1. Definisi Cuaca dan Iklim

Cuaca adalah kondisi atmosfer di suatu tempat pada waktu tertentu. Iklim adalah rata-rata dan variansi kondisi atmosfer di suatu tempat dalam jangka waktu tertentu (BMKG: 10 Tahun, WMO: 30 Tahun). Jadi, luas tidak masuk ke dalam definisi cuaca maupun iklim. Iklim dapat didefinisikan pada luas yang lapang maupun sempit sebagai berikut:

  • Iklim makro: skala global (lebar >2000 km, tinggi 10 km), skala sinoptik (lebar 100 - 2000 km, tinggi 10 km)
  • Iklim meso: lebar 1 - 100 km, tinggi 1 - 10 km
  • Iklim mikro: lebar <1 km, tinggi <1 km

Apa yang dimaksud kondisi atmosfer? Kondisi atmosfer adalah nilai dari parameter atmosfer, disebut juga unsur cuaca, yang meliputi

  1. Tekanan udara
  2. Radiasi Matahari
  3. Temperatur udara
  4. Kecepatan dan arah angin
  5. Kelembapan udara
  6. Tutupan awan
  7. Curah hujan

2. Komposisi dan Struktur Atmosfer

Sebelum masuk lebih dalam, kita harus mengenal objek yang akan kita pelajari, atmosfer. Atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti sebuah planet. Atmosfer Bumi tersusun atas tiga komponen, yaitu:

  1. Udara kering : gas atmosfer tidak mencakup uap air
  2. Uap air : air dalam fase gas
  3. Aerosol : padatan dan cairan yang melayang (tersuspensi) di atmosfer

Udara kering di atmosfer memiliki komposisi sebagai berikut (Ahrens, 2009):

Unsur Berat Molekuler Kadar
Nitrogen (N2) 28,02 0,78
Oksigen (O2) 32,00 0,21
Argon (Ar) 39,94 0,01
Karbon dioksida (CO2) 44,01 325 ppm
Neon (Ne) 20,18 18 ppm
Kripton (Kr) 83,70 5 ppm
Hidrogen (H) 2,02 0,5 ppm
Ozon (O3) 48,00 0 - 12 ppm

Uap air di atmosfer meliputi 0 - 0,04 fraksi molekul total atmosfer. Ilustrasi komposisi udara kering ditunjukkan pada diagram lingkaran berikut ini.
Diagram komposisi atmosfer.
Diagram Komposisi Atmosfer (By lzbgt)

Seperti pada umumnya campuran benda cair, gas-gas di atmosfer memiliki kecenderungan membentuk lapisan menurut berat molekulernya. Namun, di dekat permukaan Bumi, terjadi proses turbulensi atau aliran tidak seragam (berbelok, berputar) pada atmosfer akibat perbedaan suhu dan tekanan udara menurut ketinggian, sehingga molekul udara mengalami percampuran. Lapisan ini dinamakan homosfer (0 - ~80 km), sedangkan lapisan yang tidak mengalami percampuran dinamakan heterosfer (>~80 km).

Berdasarkan karakteristik perubahan temperaturnya, atmosfer dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:

  1. Troposfer
    a. 0 - 18 km, puncaknya dibatasi tropopause
    b. tempat fenomena cuaca berlangsung
    c. terjadi lapse rate (turunnya temperatur seiring ketinggian)
  2. Stratosfer
    a. 20 - 50 km, puncaknya dibatasi stratopause
    b. tempat lapisan ozon berada
    c. terjadi reverse lapse rate (naiknya temperatur seiring ketinggian)
  3. Mesosfer
    a. 50 - 80 km, puncaknya dibatasi mesopause
    b. tempat terbakarnya sebagian besar meteor
    c. terjadi lapse rate
  4. Termosfer
    a. > 80 km
    b. tempat terjadinya aurora
    c. terjadi lapse rate

Pola perubahan temperatur ini disebabkan oleh lokasi-lokasi sumber pemanasan atmosfer. Troposfer mengalami pemanasan dari bawah, sedangkan stratosfer dan mesosfer mengalami pemanasan dari lapisan ozon. Kedua lokasi tersebut dapat mengkonversikan energi Matahari dari berbagai spektrum gelombang inframerah menjadi panas. Mekanisme pemanasan tersebut akan dijelaskan di bab-bab selanjutnya. Sementara itu, panas yang ada di termosfer diperoleh langsung dari radiasi Matahari yang mengenai molekul gas.

Berdasarkan fungsinya, terdapat dua bagian atmosfer yang memiliki fungsi tambahan, ozonosfer dan ionosfer.

  1. Ozonosfer
    Konsentrasi ozon tertinggi di atmosfer berada di ketinggian 25 km. Lapisan ozon ini terbentuk dari interaksi radiasi ultraviolet Matahari dengan molekul oksigen atmosfer. Radiasi ultraviolet menyebabkan fotolisis atau terpecahnya O2 menjadi 2 oksigen radikal (O), kemudian, oksigen radikal ini berikatan dengan O2 lain sehingga menjadi ozon (O3) dengan melepaskan energinya ke molekul udara lain. Ozon yang sudah terbentuk kemudian menyerap radiasi ultraviolet kembali menjadi O2 dan O dan melepaskan energi dalam bentuk panas. Inilah mekanisme pemanasan lapisan stratosfer dan mesosfer dan penyerapan radiasi ultraviolet Matahari.

  2. Ionosfer
    Radiasi ultraviolet, sinar X, dan gelombang pendek lain dari Matahari juga mengenai dan memecah molekul gas di lapisan lebih tinggi dari stratosfer (> 50 km). Ketika itu terjadi, elektron bebas dapat terlepas dari atom gas dalam proses yang disebut ionisasi. Pada lapisan atmosfer tinggi tersebut, molekul udara menjadi sangat jarang, sehingga elektron bebas tidak langsung bertemu atau ditangkap atom atmosfer lain. Keberadaan elektron bebas inilah yang menjadi ciri lapisan ionosfer.

Ionosfer memiliki lapisan yang dibedakan berdasarkan jumlah elektron bebas, sebagai berikut:

a. Lapisan D
Lapisan D berada di ketinggian 48 - 90 km. Di ketinggian paling rendah, lapisan D memiliki kerapatan udara yang masih cukup tinggi, sehingga memiliki jumlah elektron bebas yang paling rendah. Lapisan D hanya terbentuk di siang hari saat radiasi yang diterima Bumi memiliki kekuatan yang cukup untuk menembus ke dalam atmosfer. Proses ditangkapnya elektron yang sering terjadi di lapisan ini menyerap energi dari gelombang radio.

b. Lapisan E
Lapisan E berada di ketinggian 90 - 150 km. Lapisan ini memantulkan gelombang radio frekuensi sedang (0,5 - 1,5 MHz).

c. Lapisan F
Lapisan F memiliki 2 bagian, F1 dan F2. Lapisan F1 berada di ketinggian 150 - 220 km, sedangkan lapisan F2 berada di ketinggian 220 - 800 km. Lapisan F1 bergabung dengan lapisan F2 di malam hari, sehingga seluruh lapisan F memiliki kaarakteristik seperti lapisan F2. Lapisan ini memantulkan gelombang radio frekuensi tinggi (3 - 30 MHz).

Berikut ini ilustrasi yang merangkum diskusi kita mengenai struktur atmosfer.
Diagram Struktur Atmosfer.

Diagram Struktur Atmosfer (Urbano dalam Wulf, 2009)

  • Mengenai Eksosfer
    Eksosfer Bumi berada di ketinggian > 600 km. Eksosfer dibedakan dengan termosfer karena kerapatan molekul udara di lapisan ini menjadi sangat jarang sehingga molekul udara tidak bertabrakan satu sama lain. Hal ini menyebabkan tidak ada perubahan temperatur vertikal di eksosfer.

3. Unsur Cuaca

3.1. Tekanan Udara

Tekanan udara adalah gaya yang dirasakan dari berat kolom udara yang ada di atas lokasi pengukuran. Tekanan udara berkurang secara eksponensial seiring bertambahnya ketinggian. Satuan internasional untuk tekanan adalah Paskal (Pa). Standar tekanan udara di permukaan laut adalah sebesar 1 atm = 1013,25 mb = 1013,25 hPa = 29,92 inHg = 76 cmHg = 760 mmHg.
Tekanan udara vertikal.

Perubahan Tenakan Udara Seiring Ketinggian (Ahrens, 2009)

Tekanan udara diukur dengan barometer. Barometer tradisional menggunakan air raksa (Hg) dan satuan pengukurannya menggunakan mmHg. Nilai ini menunjukkan seberapa tinggi air raksa terdorong ke dalam tabung kedap udara. Barometer yang saat ini umum digunakan adalah barometer aneroid, menggunakan tekanan atmosfer pada pegas yang dikalibrasi untuk menunjukkan tekanan udara. Ketika barometer dapat mencatat secara otomatis hasil pengukurannya pada kertas grafik, maka dinamakan barograf (akhiran -graf digunakan di berbagai alat lain).

Barometer merkuri.

Barometer Merkuri (By Franz van Duns - Own work, CC BY-SA 4.0)

Barometer aneroid.

Barometer Aneroid; Perhatikan keterangan badai (stormy) pada tekanan rendah hingga sangat kering (very dry) pada tekanan tinggi (By Auckland Museum, CC BY 4.0)

Barograf.

Barograf (By Daderot - Own work, CC0)

3.2. Radiasi Matahari

Radiasi yang datang dari Matahari seringkali disebut insolasi (Incoming Solar Radiation -> Insolation). Bumi memiliki bentuk bulat, sehingga sinar Matahari datang dengan sudut miring di dekat Kutub Bumi. Hal tersebut menyebabkan energi yang sama mengenai daerah yang lebih luas di dekat Kutub (lintang tinggi) daripada di ekuator (khatulistiwa, lintang rendah). Akibatnya, energi yang diterima di satu area di lintang tinggi (dekat kutub) lebih rendah daripada energi di area dengan luas yang sama di lintang rendah (khatulistiwa/ekuator).
Sudut datang radiasi Matahari

Perbandingan Sudut Datang dan Kerapatan Energi di Lintang Tinggi dan Lintang Rendah (Ahrens, 2009)

Insolasi diserap, dipantulkan, dan dihamburkan oleh atmosfer, awan, dan permukaan Bumi. Pada neraca energi Bumi, 30% insolasi dilepaskan kembali oleh sistem Bumi melalui hamburan dan pantulan dalam bentuk aslinya, gelombang pendek. Perbandingan nilai pantulan terhadap energi datang disebut albedo. Benda yang berwarna terang dan bertekstur halus memiliki albedo tinggi, begitu pula sebaliknya. Energi dari insolasi yang lain sebesar 70% diserap oleh sistem Bumi yang kemudian dilepaskan melalui radiasi gelombang panjang, termasuk inframerah termal.
Reflect and scatter balance.

Insolasi (Radiasi Gelombang Pendek) dalam Neraca Energi (Energy Balance) Bumi (Ahrens, 2009)

Absorp balance.

Radiasi Gelombang Panjang Bumi dalam Neraca Energi Bumi (Ahrens, 2009)

Radiasi matahari dan Bumi.

Spektrum Radiasi Matahari dan Bumi (Hashim, 2016)

Parameter yang diukur dari radiasi Matahari dapat berupa lama penyinaran maupun intensitas penyinaran. Lama penyinaran Matahari ditunjukkan dengan satuan jam, sedangkan intensitas penyinaran ditunjukkan dengan satuan Kalori/meter2 atau Watt/meter2. Instrumen pengukuran radiasi Matahari adalah sebagai berikut:

  • Campbell-Stokes Sunshine Recorder
    Campbell-Stokes merekam lama penyinaran Matahari. Alat ini terdiri dari dua komponen utama, bola kaca dan slot kertas pias. Bola kaca berfungsi sebagai lensa yang memfokuskan cahaya Matahari pada titik tertentu untuk membakar kertas pias. Seiring gerakan semu harian Matahari, bekas pembakaran pada kertas pias akan membentuk garis. Kertas pias memiliki skala yang menunjukkan nilai satu jam dengan garis vertikal panjang dan setengah jam dengan garis vertikal pendek. Menurut lama siang hari dan posisi Matahari di langit, kertas pias yang digunakan dapat berjenis lengkung pendek, lengkung sedang, dan lengkung panjang. Lama siang hari dan posisi Matahari ditentukan oleh musim dan gerakan semu tahunan Matahari. Misal, di belahan Bumi Utara pada bulan Juni akan mengalami musim panas, dicirikan lama siang yang panjang dan posisi Matahari yang tegak. Maka, kertas pias yang digunakan adalah lengkung panjang.

    Campbell-stokes.

    Campbell-Stokes Sunshine Recorder (By Bidgee, CC BY 3.0)

  • Gunn-Bellani Radiation Integrator
    Instrumen Gunn-Bellani merupakan satu bentuk aktinometer, yaitu instrumen pengukur kekuatan pemanasan sinar Matahari. Alat ini mengukur intensitas radiasi Matahari dengan mendistilasi alkohol atau air dalam tabung yang dicat hitam. Tabung yang dicat hitam tersebut menangkap dan mengkonversi radiasi gelombang pendek Matahari menjadi panas, sehingga mampu menguapkan alkohol atau air. Energi yang diperoleh dari Matahari dihitung berdasarkan jumlah alkohol atau air yang terdistilasi. Hasil pengukuran alat ini memiliki satuan kalori/m2.

    Gunn-Bellani.

    Gunn-Bellani Radiation Integrator (By Bachelot Pierre J-P, CC BY-SA 3.0)

  • Pyranometer
    Pyranometer juga merupakan salah satu tipe aktinometer. Alat ini mengukur kerapatan flux radiasi Matahari dengan satuan Watt/m2. Flux radiasi sendiri adalah ukuran laju penerimaan energi radiasi oleh Bumi, satuan Watt setara dengan Joule/detik. Pyranometer mengukur energi menggunakan sel fotovoltaik dengan mengkonversi cahaya menjadi listrik atau termopile dengan mengkonversi panas menjadi listrik.

    Pyranometer

    Pyranometer (By Hukseflux - Own work, Public Domain)

3.3. Temperatur Udara

Temperatur atau suhu udara adalah rata-rata energi kinetik yang dimiliki molekul udara. Energi kinetik tersebut diperoleh dari radiasi Matahari. Radiasi yang datang dari Matahari seringkali disebut insolasi (Incoming Solar Radiation -> Insolation). Suhu udara Bumi tidak seragam karena pemanasan yang terjadi pada atmosfer tidak merata. Variasi pemanasan ini disebabkan karena:

a. Pengaruh sudut datang radiasi Matahari
Kerapatan energi radiasi Matahari yang diperoleh lintang rendah dan rintang tinggi berbeda, menyebabkan perbedaan pemanasan atmosfer.

b. Perbedaan daratan dan lautan
Distribusi daratan dan lautan menyebabkan perbedaan pemanasan udara yang terjadi karena 4 faktor:

  • Evaporasi
    Air menyerap energi Matahari untuk berubah dari fase cair menjadi fase gas (evaporasi). Energi ini disebut kalor laten, karena tidak menyebabkan kenaikan suhu udara. Sebaliknya, energi yang digunakan untuk memanaskan udara disebut kalor sensibel. Lautan mengalami evaporasi yang lebih tinggi daripada daratan, sehingga lebih banyak energi terserap oleh air untuk berubah menjadi gas. Hal ini menyebabkan pemanasan udara di atas laut lebih rendah. Sebaliknya, ketika tidak terjadi pemanasan, lautan memiliki lebih banyak energi tersimpan dalam bentuk kalor laten yang dapat berubah menjadi kalor sensibel (kenaikan suhu udara) ketika uap air mengalami kondensasi.
  • Transparansi permukaan
    Daratan lebih efektif dalam memanaskan udara karena energi Matahari hanya mengenai permukaannya saja. Ketika insolasi mengenai permukaan tanah, energi radiasi tersebut diserap oleh tanah sehingga mengalami peningkatan suhu. Tanah yang panas tersebut melepaskan panasnya dengan konduksi ke lapisan tanah di bawahnya dan udara di atasnya. Tanah juga melepaskan radiasi gelombang panjang yang disebut inframerah termal. Inilah yang menyebabkan pemanasan udara. Jika kita bandingkan dengan lautan, air laut bersifat transparan, sehingga tidak seluruh energi radiasi Matahari diubah menjadi panas di permukaan laut. Sebagian terus merambat masuk ke kedalaman. Ketika energi itu diubah menjadi panas oleh air di bawah permukaan, kalor yang terbentuk terserap menjadi kalor lautan. Hal ini menyebabkan pemanasan udara yang lebih rendah oleh lautan.
  • Kalor jenis
    Kalor jenis adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu suatu benda sebesar 1°C. Air memiliki kalor jenis lebih tinggi daripada kebanyakan senyawa alami di Bumi, termasuk daratan dan penutupnya. Hal tersebut menyebabkan lebih banyak energi Matahari yang dikonversi menjadi panas di daratan daripada di lautan, sehingga pemanasan udara yang terjadi lebih tinggi.
  • Percampuran dan sirkulasi
    Lautan dapat mentransfer energi yang diperoleh melalui konveksi atau aliran, sedangkan daratan tidak bisa mengalir. Konveksi inilah yang menjadi pemicu sirkulasi lautan baik lokal maupun global. Proses ini menyebabkan lebih sedikit energi yang kembali dilepaskan lautan untuk memanaskan udara. Keempat faktor ini menyebabkan perubahan suhu udara di darat, baik pemanasan maupun pendinginan, lebih cepat daripada perubahan suhu di atas lautan.

Ilustrasi insolasi darat laut.

Ilustrasi Perbedaan Respon Daratan dan Lautan terhadap Insolasi (Wiseman, 2019)

c. Penyerapan, penghamburan, dan pemantulan radiasi Matahari
Temperatur udara dipengaruhi oleh radiasi gelombang panjang yang terbentuk dari pemancaran radiasi gelombang pendek Matahari setelah mengalami penyerapan. Semakin tinggi penyerapan oleh permukaan Bumi, semakin banyak energi yang dikonversi menjadi inframerah termal, meningkatkan pemanasan terhadap udara. Sebaliknya, semakin tinggi penghamburan dan pemantulan radiasi gelombang pendek Matahari oleh awan, atmosfer, dan permukaan Bumi, maka semakin rendah konversi dan pemanasan terhadap udara.

Temperatur udara umumnya diukur dalam 2 satuan, derajat Celcius (°C) dan derajat Farenheit (°F). Konversi antara keduanya dapat dilakukan menggunakan rumus berikut ini:
C = 5/9 (F – 32)
F = 9/5 C + 32

Instrumen pengukuran suhu adalah termometer. Parameter suhu yang diukur adalah suhu tertinggi (maksimal) dan terendah (minimal) harian. Pengukuran tersebut dilakukan dengan termometer suhu maksimum dan minimum. Termometer maksimum memiliki leher dengan diameter sempit, sehingga ketika air raksa di dalamnya memuai karena panas, ujung kolom akan menunjukkan nilai suhu tertinggi, dan ketika suhu turun, kolom air raksa tersebut akan tetap berada di ketinggian yang sama. Termometer minimum memiliki indeks penanda dalam pipa termometernya yang memungkinkan indeks bergerak turun ketika suhu turun, namun tidak ikut naik ketika suhu naik. Termometer maksimum-minimum diletakkan dalam sangkar stevenson, seperti rumah burung berwarna putih dengan kisi-kisi, untuk mencegah pemanasan langsung Matahari dan angin mempengaruhi hasil pengukuran.

Termometer maksimum-minimum.

Termometer Maksimum (bawah) dan Termometer Minimum (atas) (By Famartin - Own work, CC BY-SA 3.0)

3.4. Kecepatan dan Arah Angin

Angin adalah udara yang bergerak. Gerakan udara disebabkan karena adanya gradien (perbedaan) tekanan udara. Sehingga, gaya yang menyebabkan angin disebut gaya gradien tekanan. Perbedaan tekanan udara ini utamanya disebabkan karena perbedaaan temperatur di dua lokasi. Temperatur hangat menyebabkan udara menjadi ringan, sehingga akan bergerak ke atas. Akibatnya, tekanan rendah terbentuk pada area tersebut, menyebabkan udara di sekitarnya bergerak mengisi.

Gaya lain yang mempengaruhi gerak angin yaitu gaya gesek dan gaya koriolis.

  • Gaya Gesek
    Gaya gesek mengurangi kecepatan angin pada pertemuan atmosfer dan permukaan Bumi serta pertemuan dua bagian atmosfer dengan kecepatan dan arah angin yang berbeda. Gaya gesek permukaan Bumi membentuk lapisan atmosfer yang memiliki karakteristik aliran yang berbeda dengan aliran atmosfer bebas. Lapisan ini dinamakan planetary boundary layer (lapisan batas planet).
    PBL.

    Ilustrasi Lapisan Batas Planet Bumi

  • Gaya Koriolis
    Gaya koriolis adalah gaya semu yang muncul akibat rotasi Bumi. Pada belahan Bumi Utara (sebelah utara ekuator), gaya koriolis membelokkan angin ke kanan, sedangkan di belahan Bumi Selatan, gaya koriolis membelokkan angin ke kiri.
    Ilustrasi gaya koriolis.

    Ilustrasi Gaya Koriolis (By Hubi - German Wikipedia, CC BY-SA 3.0)

Kecepatan angin ditunjukkan dengan satuan kecepatan (meter/detik, mph, km/h) atau dengan Skala Beaufort. Skala Beaufort memiliki 13 klasifikasi dari 0 hingga 12, sebagai berikut:
Ilustrasi skala beaufort.

Ilustrasi Skala Beaufort (By luvyabuvya on Flickr)

Arah angin ditunjukkan dengan arah kompas berdasarkan arah datangnya. Arah kompas yang digunakan umumnya nilai azimuth (derajat) dan arah mata angin. Pengukuran kecepatan angin dilakukan menggunakan anemometer, sedangkan pengukuran arah angin menggunakan windvane. Terdapat pula instrumen windsock yang dapat menunjukkan arah dan kecepatan sekaligus secara kasar. Tiap perubahan warna pada windsock menunjukkan nilai 3 knot, sehingga misal terdapat 2 bagian tegang, maka angin yang berhembus memiliki kecepatan 6 knot.

Anemometer.

Anemometer dan Wind Vane (By Supportstorm, Public Domain)

Windsock.

Windsock (By Olaf Oliviero Riemer, CC BY-SA 3.0)

Hasil pengukuran ini dapat ditunjukkan dalam grafik yang disebut wind rose. Wind rose memiliki bentuk grafik batang yang disusun melingkar. Tinggi grafik batang menunjukkan frekuensi, warna atau arsiran menunjukkan kelompok kecepatan angin, dan arah pemanjangan grafik menunjukkan arah datangnya angin.

Windrose.

Windrose (By BREEZE Software - http://www.breeze-software.com/, CC BY-SA 3.0,)

3.5. Kelembapan Udara

Kelembapan udara memiliki setidaknya 4 definisi menurut parameter yang diukur, sebagai berikut:

a. Kelembapan Absolut: menunjukkan perbandingan massa uap air terhadap volume udara lengas (udara kering + uap air). Memiliki satuan desimal.
b. Kelembapan Relatif: menunjukkan rasio kelembapan absolut terhadap nilai jenuh udara. Nilai jenuh udara adalah kelembapan absolut maksimal suatu parsel udara, yaitu massa maksimal uap air yang dapat dikandung atmosfer. Nilai jenuh udara dipengaruhi oleh temperatur. Memiliki satuan persen.
c. Kelembapan Spesifik: menunjukkan perbandingan massa uap air di udara terhadap massa udara total. Memiliki satuan desimal.
d. Mixing Ratio: menunjukkan rasio massa uap air terhadap massa udara kering. Memiliki satuan desimal.

Kelembapan udara yang umumnya diukur dalam pengukuran meteorologis adalah kelembapan relatif. Nilai kelembapan relatif menunjukkan kejenuhan uap air di atmosfer. Pengukuran parameter ini dilakukan menggunakan higrometer. Salah satu tipe higrometer, psikrometer, memiliki dua komponen, yaitu termometer bola kering dan bola basah. Termometer bola kering adalah termometer biasa, sedangkan termometer bola basah pada ujung termometernya diliputi kain kasa lembap. Hasil pengukuran termometer bola kering menunjukkan suhu udara saat pengukuran, sedangkan pengukuran termometer bola basah menunjukkan suhu setelah mengalami pengurangan karena energinya digunakan dalam penguapan. Semakin tinggi penguapan maka semakin jauh atmosfer dari kondisi jenuh, karena atmosfer masih dapat menampung banyak uap air. Nilai kelembapan relatif dapat diperoleh dengan memasukkan suhu bola kering dan bola basah pada tabel atau grafik psikrometrik. Instrumen ini juga diletakkan dalam sangkar Stevenson.

Termometer Bola Kering-Bola Basah.

Termometer Bola Basah (kanan) dan Termometer Bola Kering (kiri) (By Internet Archive Book Images on Flickr, No restrictions)

Diagram Psikrometrik.

Grafik Psikrometrik; temperatur bola kering ditunjukkan dengan garis tegak, temperatur bola basah garis miring berwarna biru, dan kelembapan relatif garis melengkung berwarna merah (By ArthurOgawa, Public Domain)

3.6. Tutupan Awan

Awan adalah titik-titik air atau es yang tersuspensi di atmosfer. Titik awan ini terbentuk dari kondensasi uap air pada inti kondensasi awan. Inti kondensasi awan adalah partikulat yang tersuspensi di atmosfer (aerosol) dengan ukuran rata-rata 0.2 μm dan memiliki sifat higroskopik. Sifat higroskopik adalah sifat menarik dan menahan air. Sifat ini dapat ditemukan pada material yang menyerap air (absorpsi), maupun mengikat air pada permukaannya (adsorpsi). Inti kondensasi dapat terbentuk dari garam yang terlempar dari ombak pecah, debu, letusan gunung api, maupun jelaga dari asap pembakaran. Ketika udara memiliki kelembapan relatif mendekati 100%, kondisinya disebut jenuh. Pada kondisi jenuh inilah kondensasi terjadi.

Peningkatan kelembapan relatif pada parsel udara yang terjadi sebelum kondensasi terjadi karena adanya ketidakstabilan atmosfer. Kondisi atmosfer tidak stabil adalah kondisi atmosfer dengan kecenderungan atau tendensi udara di lapisan bawah untuk bergerak naik. Untuk memahami stabilitas atmosfer, kita harus mengetahui bahwa terdapat 3 nilai penurunan suhu udara seiring penambahan ketinggian. Pertama, environmental lapse rate, yaitu penurunan suhu udara lingkungan. Kedua, dry adiabatic lapse rate, yaitu penurunan suhu parsel udara yang mengalami pengangkatan karena pengurangan tekanan udara sebelum mengalami kondisi jenuh dan terjadi kondensasi. Ketiga, wet adiabatic lapse rate, yaitu penurunan suhu parsel udara yang mengalami pengangkatan karena pengurangan tekanan udara setelah mengalami kondisi jenuh dan terjadi kondensasi. Terdapat 3 kondisi kestabilan atmosfer, yaitu:

  • Kestabilan absolut: ketika environmental lapse rate lebih rendah daripada adiabatic rate, sehingga suhu parsel udara selalu lebih rendah daripada udara di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan tendensi parsel udara untuk bergerak turun.

    Absolute stability.

Ilustrasi Kondisi Kestabilan Absolut (Tasa, 2019)

  • Ketidakstabilan absolut: ketika environmental lapse rate lebih tinggi daripada adiabatic rate, sehingga suhu parsel udara selalu lebih tinggi daripada udara di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan tendensi parsel udara untuk bergerak naik.

    Absolute instability.

    Ilustrasi Kondisi Ketidakstabilan Absolut (Tasa, 2019)

  • Ketidakstabilan kondisional: ketika terdapat bagian atmosfer di ketnggian tertentu memiliki environmental lapse rate lebih tinggi daripada adiabatic rate, sehingga suhu parsel udara pada lapisan tersebut lebih tinggi daripada udara di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan tendensi parsel udara untuk bergerak naik di lapisan tersebut.

Conditional instability

Ilustrasi Kondisi Ketidakstabilan Kondisional (Tasa, 2019)

Mekanisme pengangkatan udara sehingga membentuk awan bisa disebabkan oleh 4 proses, yaitu:

a. Konveksi
Konveksi adalah proses transfer kalor yang diikuti gerakan mediumnya. Konveksi di lapisan troposfer terjadi ketika faktor dominan yang mempengaruhi atmosfer di suatu wilayah adalah pemanasan oleh permukaan Bumi. Pemanasan lokal tersebut menyebabkan parsel udara menjadi ringan (buoyant), sehingga bergerak naik. Parsel udara sendiri adalah kantong udara di atmosfer yang memiliki dan menjaga keseragaman sifat-sifatnya ketika mengalami perubahan. Udara, walaupun tidak terlihat batas-batasnya, dapat dibayangkan dan dianalisis sebagai sebuah parsel atau kantong karena ketika terjadi gangguan, misal pemanasan atau evaporasi, perubahan karena gangguan tersebut hanya akan mempengaruhi atmosfer dengan luas dan volume terbatas. Ketika bergerak naik, parsel udara mengalami pendinginan adiabatik, yaitu pendinginan akibat pengurangan tekanan tanpa pertukaran energi dengan lingkungan sekitarnya. Pendinginan menyebabkan kemampuan parsel udara menampung uap air berkurang, sehingga terjadi pembentukan awan.

b. Orografi
Efek orografis adalah efek pengunungan terhadap kejadian atmosfer, terutama presipitasi. Ketika pegunungan menghalangi gerak angin, parsel udara akan dipaksa bergerak ke atas sehingga membentuk awan melalui pendinginan adiabatik.

c.Konvergensi
Konvergensi adalah gerakan angin horizontal menuju satu lokasi. Apabila konvergensi terjadi di dekat permukaan, maka energi dari angin tersebut akan dilepaskan ke arah atas, membentuk updraft. Updraft atau angin vertikal ke atas ini dapat mengangkat parsel udara sehingga membentuk awan melalui pendinginan adiabatik.

d. Front
Front adalah pertemuan dua massa udara dengan sifat berbeda. Massa udara yang dingin memiliki densitas lebih tinggi, sehingga ketika bertemu dengan massa udara yang lebih hangat, ia akan memaksa massa udara hangat tersebut untuk berada di lapisan atasnya. Akibatnya, terbentuk awan melalui pendinginan adiabatik.

Proses pembentuk awan.

Proses Pembentuk Awan (Ahrens, 2009)

Tutupan awan diukur berdasarkan nilai radiasi Matahari yang mencapai permukaan di siang hari atau memperkirakan berapa bagian bola langit yang tertutup awan. Perkiraan tutupan awan dilakukan dengan membagi bola langit menjadi 8 bagian menurut mata angin, kemudian menghitung jumlah bagian bola langit yang tertutup awan. Hasil pengukuran dituliskan dengan nilai jumlah oktal, jumlah bagian langit yang tertutup awan dibandingkan dengan 8 total bagian.

Jenis awan yang terbentuk mempengaruhi besar tutupan awan. Awan diklasifikasikan berdasarkan ketinggian dan bentuknya. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Awan Rendah (< 2000 m)

  • Stratus (St): bentuk datar berlapis, menutupi area luas; ketinggian rata-rata 800 m; menjadi kabut di ketinggian sangat rendah.
  • Nimbostratus (Ns): awan hujan (awalan nimbo-/nimbus); ketinggian rata-rata 1000 m.
  • Stratocumulus (Sc): bentuk menggumpal (akhiran -cumulus); ketinggian rata-rata 1500 m.

b. Awan Sedang (2000 - 6000 m)

  • Altocumulus (Ac): bentuk menggumpal; ketinggian rata-rata 3500 m (ketinggian menengah, awalan alto-).
  • Altostratus (As): bentuk datar berlapis, menutupi area luas (akhiran -stratus); ketinggian rata-rata 4000 m.

c. Awan Tinggi (> 6000 m)

  • Cirrocumulus (Cc): bentuk menggumpal; ketinggian rata-rata 7000 m (ketinggian tinggi, awalan cirro-/ cirrus).
  • Cirrostratus (Cs): bentuk datar berlapis, menutupi area luas; ketinggian rata-rata 8000 m; umumnya tidak terlihat, bisa diidentifikasi ketika menutupi Matahari/Bulan karena akan membentuk halo (cincin cahaya di sekeliling).
  • Cirrus (Ci): bentuk serabut; ketinggian rata-rata 9000 m.

d. Awan Vertikal

  • Cummulus (Cu): bentuk menggumpal seperti kapas/rambut domba; ketinggian rata-rata 18000 m.
  • Cummulonimbus (Cb): bentuk menggumpal, tinggi seperti tiang; ketinggian rata-rata 2000 m.

Ilustrasi jenis awan.

Ilustrasi Jenis Awan (Ahrens, 2009)

3.7. Curah Hujan

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi. Presipitasi dalam konteks meteorologi merujuk pada seluruh proses keluarnya air (H2O) dari sistem atmosfer. Proses ini selain mencakup hujan, juga meliputi di antaranya embun, salju, embun beku, dan hujan es.

Presipitasi terbentuk ketika awan mengalami kejenuhan. Terdapat dua mekanisme pembentukan hujan, yaitu proses collision-coalescence dan proses Wagener-Bergeron-Findeisen.

a. Proses Collision-Coalescence
Proses ini membentuk awan hangat. Ketika temperatur udara turun karena pengangkatan, jumlah energinya berkurang, sehingga jumlah uap air yang dapat ditampung oleh atmosfer berkurang. Kondisi ini yang disebut sebagai kondisi jenuh. Akibatnya, uap air bergabung membentuk nukleasi pada inti kondensasi. Proses ini membentuk titik-titik air atau awan. Gerakan angin vertikal maupun horizontal menyebabkan titik-titik air ini bertabrakan (collision) satu sama lain, sehingga bergabung membentuk titik air yang lebih besar (coalescence). Proses ini terus berlanjut hingga ketika seluruh titik air berukuran lebih dari 2 mm, titik air tersebut menjadi terlalu berat sebagai titik awan dan berubah menjadi tetesan hujan (rain droplets).

b. Proses Wagener-Bergeron-Findeisen
Proses ini membentuk awan dingin, dengan suhu kurang dari -15°C. Pada lingkungan ini, partikel yang tersuspensi di atmosfer menjadi inti pembekuan air. Uap air membeku ketika menyentuh partikel tersebut, membentuk titik-titik es awan. Titik-titik es terbawa angin, pecah, dan bergabung kembali sehingga membentuk titik salju.

Pembentukan awan.

Ilustrasi Proses Collision-Coalescence dan Wegener-Bergeron-Findeisen (Tasa, 2019)

Curah hujan diukur dengan satuan milimeter (mm). Satuan ini merujuk pada parameter ketebalan hujan. Ketebalan hujan digunakan karena tidak terikat luas. Volume air hujan dapat dihitung secara sederhana dengan mengalikan ketebalan hujan dengan luas area yang mengalami hujan. Pengukuran hujan dilakukan dengan penakar hujan atau ombrometer. Prinsip kerja penakar hujan adalah mengukur volume air hujan yang turun di area yang sudah diketahui. Beberapa tipe penakar hujan yaitu:

a. Ombrometer Manual:
Ombrometer adalah penakar hujan sederhana, bentuknya hanya berupa wadah penampung air hujan. Setiap hari atau setengah hari, petugas mengeluarkan air yang terkumpul di dalamnya untuk ditakar menggunakan gelas ukur. Volume tersebut kemudian dibagi dengan luas mulut ombrometer untuk memperoleh ketebalan hujan harian atau setengah harian.
b. Penakar Hujan Tipe Hellman:
Penakar hujan ini menggunakan pelampung untuk mengetahui ketinggian air hujan yang ditangkap alat dan ditampung pada wadah. Pelampung tersebut terhubung dengan tuas dan penanda di lengan tuas lainnya. Penanda menggores kertas pias yang mencatat kenaikan air hujan tertampung pada wadah. Ketika wadah penuh maka secara otomatis alat akan mengeluarkan air pada wadah.
c. Penakar Hujan Tipe Tipping Bucket:
Penakar hujan ini menggunakan wadah kecil pada tuas untuk menghitung volume hujan. Ketika wadah di satu sisi terisi air, maka tuas pada sisi tersebut akan turun dan membuang air yang tertampung. Wadah pada sisi tuas yang lain kemudian terisi air hingga penuh lalu bergerak turun. Gerakan tersebut dicatat oleh alat sebagai curah hujan sebesar volume tampungan wadah. Mekanisme ini banyak digunakan pada penakar hujan digital.

Ombrometer.

Penakar Hujan Tipe Manual, Hellman, dan Tipping Bucket (Maftukhah, Wijonarko, dan Rustandi (2016), CC-BY-NC 4.0)

4. Klasifikasi Iklim

Iklim Bumi dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang memiliki input (masukan), proses, dan mengeluarkan output (luaran) tertentu. Input utama sistem iklim adalah radiasi Matahari, beserta dengan input lain dari luar sistem iklim seperti erupsi gunung api dan polusi. Prosesnya mencakup seluruh proses dalam komponen atmosfer, litosfer (tanah), hidrosfer (air), biosfer (makhluk hidup), dan kriosfer (es), meliputi penyerapan dan pemantulan, sirkulasi atmosfer dan lautan, dan mekanisme umpan balik iklim. Luarannya adalah parameter iklim seperti temperatur, kelembapan, angin, dan curah hujan.

Klasifikasi iklim menggunakan parameter tertentu untuk mengelompokkan wilayah di Bumi berdasarkan rata-rata dan variasi kondisi atmosfernya. Berdasarkan parameter yang digunakan, klasifikasi iklim dapat dibedakan menjadi 2 jenis, genetik dan empirik.

4.1. Klasifikasi Genetik

Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi iklim yang menggunakan faktor penyebab iklim, seperti massa udara, sistem sirkulasi atmosfer, radiasi matahari, dan topografis, sebagai dasar klasifikasinya. Beberapa tipe klasifikasi iklim genetik yaitu:

  • Flohn: menggunakan pendekatan proses dinamik/sinoptik atmosfer, diklasifikasikan berdasarkan determinan fisik.
  • Budyko: menggunakan pendekatan neraca energi untuk mengklasifikasikan iklim. Klasifikasinya ditentukan menggunakan indeks kekeringan yang dihitung dari rasio evapotranspirasi potensial terhadap curah hujan.
  • Strahler: klasifikasi kualitatif berdasarkan kombinasi massa udara yang ada di suatu wilayah selama satu tahun.

4.2. Klasifikasi Empirik

Klasifikasi empirik menggunakan data lingkungan hasil observasi, seperti temperatur, curah hujan, kelembapan, atau evaporasi, sebagai dasar klasifikasi, yang disebabkan oleh proses-proses iklim. Beberapa tipe klasifikasi iklim empirik yaitu:

  • Mohr: klasifikasi berdasarkan total jumlah bulan basah (curah hujan < 60 mm) terhadap bulan kering (curah hujan > 100 mm) dalam satu tahun.
  • Schmidt-Fergusson: klasifikasi berdasarkan rasio jumlah bulan basah (curah hujan < 60 mm) terhadap bulan kering (curah hujan > 100 mm) dalam satu tahun.
  • Oldeman: klasifikasi berdasarkan jumlah bulan kering (curah hujan < 100 mm) dan jumlah bulan basah berturut-turut (curah hujan > 200 mm) dalam satu tahun. Nilai curah hujan 200 mm adalah nilai umum curah hujan yang dibutuhkan untuk budidaya padi. Metode Oldeman mensyaratkan lama pengukuran 10 tahun.
  • Miller: klasifikasi badai siklon ekstratropis di pantai timur Amerika Serikat. Klasifikasi dilakukan berdasarkan lokasi pembentukan badai.
  • De Martonne: klasifikasi dilakukan berdasarkan nilai rasio presipitasi terhadap temperatur.
  • Thornthwaite: klasifikasi berdasarkan indeks presipitasi-evapotranspirasi (P/E index, dihitung dari jumlah rasio presipitasi/evapotranspirasi bulanan) dan indeks efisiensi termal (T-E index, dihitung dari temperatur bulanan).
  • Koppen:
    Dikembangkan dari klasifikasi distribusi vegetasi. Parameter iklim yang digunakan adalah temperatur dan curah hujan. Koppen mengklasifikasikan iklim sebagai berikut:
Jenis Iklim 1 Jenis Iklim 2 Jenis Iklim 3 Keterangan Ciri-ciri
A f   Hutan hujan tropis A: suhu bulanan > 18°C ; f: curah hujan (CH) bulanan > 6 cm
A m   Hutan monsoon tropis m: 6 cm > CH bulan terkering > (10-CH tahunan/25)
A w   Savanna w: CH bulan terkering < (10-CH tahunan/25), musim dingin kering
BS h   Stepa kering BS: stepa; h: suhu rata-rata tahunan > 18°C
BS k   Stepa sejuk k: suhu rata-rata tahunan < 18°C
BW h   Gurun terik BW: gurun
BW k   Gurun sejuk  
C f a Iklim sedang, lembap, terik C: -3°C < suhu bulanan terdingin < 18°C; f: CH bulanan > 3 cm; a: suhu bulanan tertinggi > 22°C
C f b Iklim sedang, lembap, panas b: suhu bulanan tertinggi < 22°C dengan 4 bulan > 10°C
C f c Iklim sedang, lembap, sejuk c: hanya 1-3 bulan > 10°C
C w a Iklim sedang, hujan musim panas, terik w: CH musim panas = 3 x CH musim dingin
C w b Iklim sedang, hujan musim panas, panas  
C s a Iklim sedang, hujan musim dingin, terik s: CH musim dingin = 3 x CH musim panas dengan 1 bulan > 3 cm
C s b Iklim sedang, hujan musim dingin, panas  
D f a Iklim dingin, lembap, terik D: suhu bulanan terendah < -3°C, suhu bulanan tertinggi > 10°C
D f b Iklim dingin, lembap, terik  
D f c Iklim dingin, lembap, terik  
D f d Iklim dingin, lembap, terik d: suhu bulanan terendah < -38°C
D w a Iklim dingin, lembap, terik  
D w b Iklim dingin, lembap, terik  
D w c Iklim dingin, lembap, terik  
D w d Iklim dingin, lembap, terik  
D w a Iklim dingin, lembap, terik  
ET     Tundra ET: 0°C < suhu bulanan tertinggi < 10°C
EF     Salju dan es abadi EF: suhu bulanan tertinggi < 0°C

Peta iklim koppen.

Peta Klasifikasi Iklim Koppen (By Maulucioni, based on a previous work by Beck, H.E. et al. 2018 - Own work, derived from File:Koppen-Geiger climate classification .gif, CC BY-SA 4.0)

Tentang klasifikasi Junghuhn
Klasifikasi Junghuhn umumnya tidak dimasukkan dalam daftar klasifikasi genetik-empiris. Klasifikasi ini menggunakan ketinggian dari permukaan laut (faktor geografis, genetik) sebagai penentu klasifikasi, namun, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ekosistem, yang perkembangannya disebabkan oleh proses iklim (empirik).

Pembagian Wilayah Menurut Pola Curah Hujan di Indonesia
BMKG membagi wilayah Indonesia menjadi 3 zona musim berdasarkan pola hujannya. Zona musim tersebut adalah monsunal (A), ekuatorial (B), dan lokal (C). Zona musim monsunal memiliki satu puncak (unimodal) musim hujan di akhir-awal tahun. Zona musim ekuatorial memiliki curah hujan tinggi sepanjang tahun dengan 2 puncak (bimodal) musim hujan di sekitar bulan April dan Oktober (mengikuti gerakan Matahari melewati ekuator). Zona musim lokal dapat memiliki satu puncak musim hujan di pertengahan tahun atau memiliki curah hujan rendah sepanjang tahun.

Peta ZOM.

Peta Zona Musim (ZOM) Indonesia (BMKG, 2020)

5. Gerak Atmosfer

5.1. Sirkulasi Umum Atmosfer

Sirkulasi atmosfer disebabkan oleh ketidakseimbangan neraca radiasi di Bumi. Ekuator menerima lebih banyak energi (surplus) sedangkan kutub melepaskan lebih banyak energi (defisit). Kondisi ini, tanpa adanya pengaruh faktor lain, menyebabkan terbentuknya arus konveksi atmosfer global, satu sirkulasi terbentuk di Belahan Bumi Utara (BBU) dan satu lagi di Belahan Bumi Selatan (BBS). Udara panas di ekuator bergerak ke atas sehingga menyebabkan tekanan rendah di dekat permukaan. Udara dingin mengalir dari tekanan tinggi di kutub ke tekanan rendah di ekuator, sementara itu, kalor tertransfer dari ekuator ke wilayah kutub bersamaan dengan gerakan angin di atmosfer bagian atas.

Non-rotating model.

Ilustrasi Model Sirkulasi Global Atmosfer Akibat Ketidakseimbangan Neraca Radiasi (Ahrens, 2009)

Pada pembahasan unsur cuaca angin, kita tau bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi angin, yaitu gaya koriolis. Gaya koriolis menyebabkan pembelokan arah gerak angin dari arah gradien tekanan. Akibatnya, sirkulasi meridional, sirkulasi yang benar-benar bergerak sejajar garis bujur (meridian) dan tegak lurus terhadap garis lintang tidak dapat terbentuk.

Udara panas di ekuator bergerak ke atas lalu ke lintang tengah di atmosfer bagian atas. Seiring gerakan di atmosfer atas tersebut, udara panas melepaskan energi melalui radiasi inframerah. Pada wilayah kutub, udara dingin bergerak turun dan membentuk tekanan tinggi. Udara ini bergerak di permukaan dan bertemu dengan udara lebih hangat dari lintang tengah. Perbedaan suhu udara menyebabkan pembentukan front, mengangkat udara ke atmosfer bagian atas. Udara yang terangkat tersebut kehilangan energinya melalui pendinginan adiabatik dan transfer energi menuju sistem sirkulasi kutub. Udara yang kehilangan energi ini kemudian bergerak ke lintang rendah melalui atmosfer bagian atas, bertemu dengan udara panas dari ekuator. Konvergensi udara dari lintang tengah dan ekuator pada atmosfer bagian atas tersebut menyebabkan udara bergerak turun, membentuk sabuk tekanan tinggi. Udara yang turun tersebut sebagian bergerak menuju kutub dan sebagian lagi ke arah ekuator. Aliran udara menuju ekuator dari BBU dan BBS bertemu pada Daerah Konvergensi Antar Tropis (DKAT/ Intertropical Convergence Zone (ITCZ)), membentuk awan-awan konvektif dan curah hujan tinggi. ITCZ disebut juga doldrum karena memiliki kecepatan angin yang rendah.

Proses ini membentuk 3 sel sirkulasi meridional. Sel Hadley di lintang rendah dan sel polar di lintang tinggi memiliki sifat termal langsung (thermally direct) karena dipengaruhi langsung oleh neraca energi. Sel Ferrel di lintang tengah memiliki sifat termal tidak langsung (thermally indirect) serta berfungsi sebagai penghubung dan penyeimbang antara sel Hadley dan polar. Sirkulasi ini membentuk angin-angin dominan yang banyak kita kenal, seperti angin pasat yang terbentuk akibat sel Hadley, angin baratan yang ditimbulkan sel Ferrel, dan angin timuran yang muncul karena sel Polar.

Three cell model.

Model Sirkulasi Meridional Tiga Sel (Ahrens, 2009)

Proses yang sebenarnya terjadi di Bumi memiliki kompleksitas yang lebih tinggi lagi karena adanya pengaruh sirkulasi lautan. Sirkulasi lautan akan dibahas pada bab selanjutnya, namun, salah satu akibatnya adalah perbedaan suhu air laut pada bagian barat dan timur samudera. Bagian timur samudera umumnya memiliki suhu lebih dingin daripada bagian barat samudera. Akibatnya, terbentuk sel-sel sirkulasi termal langsung di atas samudera dan sel penyeimbang di atas daratan. Sirkulasi horizontal pada ekuator ini disebut sirkulasi Walker. Sirkulasi Walker merupakan salah satu contoh sirkulasi zonal, sirkulasi yang terbatas pada satu zona garis lintang tertentu. Aliran zonal lain dipengaruhi oleh keberadaan pusat-pusat tekanan tinggi dan rendah akibat distribusi daratan dan lautan.

Sirkulasi Walker.

Sirkulasi Walker (Lockwood, 2005)

5.2. Angin

5.2.1 Angin Geostrofik

Angin dominan (prevailing wind) di wilayah yang luas di permukaan Bumi utamanya dikontrol oleh sirkulasi atmosfer global. Akibat gaya koriolis yang membelokkan angin ke kanan di BBU dan ke kiri di BBS, angin permukaan sel polar membentuk angin timuran (easterlies), sel Ferrel membentuk baratan (westerlies), dan sel Hadley membentuk angin pasat Timur Laut di BBU dan angin pasat Tenggara di BBS. Angin-angin ini memiliki gerakan tegak lurus terhadap gradien tekanan atau sejajar dengan isobar (garis yang menunjukkan lokasi dengan tekanan udara yang sama), sehingga disebut angin geostrofik (geo: Bumi, strofik: berbelok). Angin inilah yang dimaksud dalam hukum Buys-Ballot. Hukum Buys-Ballot menyatakan apabila seorang berdiri membelakangi arah datang angin di BBU, maka tekanan tinggi berada di kanannya dan tekanan rendah berada di kirinya. Sebaliknya terjadi di BBS.

Angin geostrofik.

(a) Diagram Isobar; (b) Diagram Angin Geostrofik (Ahrens, 2009)

Pada atmosfer bagian atas, angin geostrofik yang terbentuk mengalir ke arah Timur. Angin ini disebut winds aloft. Angin tersebut terbentuk karena tekanan udara pada atmosfer bagian atas memiliki tekanan tinggi pada bagian Ekuator dan berangsur berkurang ke arah kutub. Sehingga, gaya gradien tekanan yang terbentuk memiliki arah menuju kutub, dengan pengaruh gaya koriolis, angin yang terbentuk mengalir ke arah timur.

5.2.2. Angin Gradien

Pada wilayah yang membentuk pusat tekanan tinggi atau rendah, isobar akan memiliki bentuk lingkaran tertutup. Kondisi ini menyebabkan angin yang terbentuk bergerak memutar mengikuti lingkaran isobar. Gerakan memutar mengharuskan adanya perubahan arah angin yang terjadi terus-menerus. Perubahan arah angin isi disebabkan oleh gaya sentripetal menuju pusat putaran.

Angin gradien.

Angin Gradien (Ahrens, 2009)

  • Aliran melintasi isobar:
    Gaya koriolis menyebabkan gerakan angin pada atmosfer bebas cenderung sejajar isobar (angin geostrofik dan gradien) dan tidak memotong isobar. Angin memotong isobar dapat terbentuk dekat permukaan tanah karena pengaruh gaya gesek. Gaya gesek mengurangi kecepatan angin, sehingga besar gaya koriolis berkurang. Akibatnya, dekat dengan permukaan Bumi, angin bergerak memotong isobar pada sudut ~30°.

Pengaruh gaya gesek.

Ilustrasi Pengaruh Gaya Gesek Terhadap Angin (Ahrens, 2009)

5.2.3. Jet Stream

Jet stream adalah aliran udara berkecepatan tinggi di tropopause dengan diameter aliran sempit dan gerakan dari Barat ke Timur. Jet stream disebabkan oleh interaksi antara sel-sel sirkulasi meridional di atmosfer bagian atas dengan pengaruh gaya koriolis. Ketika dua sel sirkulasi bertemu, isobar vertikal sel yang lebih dingin akan berada di bawah isobar vertikal sel yang hangat, sehingga pada ketinggian tersebut, gaya gradien tekanan terbentuk ke arah sel yang lebih dingin. Gaya koriolis bekerja pada aliran angin yang ditimbulkan, sehingga membentuk resultan ke arah Timur. Jet stream yang terbentuk pada perbatasan antara sel Hadley dan Ferrel disebut jet stream subtropis, sedangkan pada pertemuan sel Ferrel dan polar disebut jet stream polar. Jet stream membentuk aliran berbelok dan kadang terbelah karena dipengaruhi keberadaan pusat-pusat tekanan tinggi dan rendah. Jet stream menguat di musim dingin, karena gradien tekanan antar sel bertambah tinggi.

Jet stream

Ilustrasi Jet Stream (Ahrens, 2009)

5.2.4. Angin Muson

Angin muson (monsoon) adalah angin dominan pada suatu wilayah yang berbalik arah menurut musim. Angin ini membawa uap air sehingga menimbulkan hujan pada satu musim dan membawa udara kering di musim lain. Perbedaan pemanasan atmosfer akibat gerak semu tahunan Matahari dan distribusi daratan-lautan menyebabkan timbulnya angin muson. Gerakan angin muson terjadi seiring bergesernya ITCZ mengikuti gerak Matahari ke BBU dan BBS. Angin muson berhembus di berbagai wilayah di Bumi, meliputi Asia Selatan dan Tenggara, Australia, Afrika, dan Amerika Utara dan Selatan.

Sebagai contoh, berikut akan dijelaskan sistem muson Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Australia. Ketika BBU mengalami musim panas dan BBS mengalami musim dingin, akan terbentuk pusat tekanan rendah di atas daratan Tiongkok dan pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia. Akibatnya, angin akan berhembus dari Australia, melewati Indonesia, lalu menuju Filipina dan Asia Timur. Udara yang bergerak ini bersifat dingin dan hanya melewati lautan yang sempit, sehingga menyebabkan musim kemarau di Indonesia. Angin tersebut di Pulau Jawa berasal dari arah Timur atau Tenggara, sehingga dinamai angin muson Timur. Letak Matahari di BBU juga menyebabkan pergeseran ITCZ ke arah Utara. Sehingga, angin dari BBS dapat berhembus ke India, lalu berbelok karena gaya koriolis ke arah timur, melalui Semenanjung Indocina. Angin ini melewati lautan yang luas dan hangat di ekuator, sehingga menyebabkan curah hujan yang tinggi di India dan Semenanjung Indocina.

Sebaliknya, ketika BBU mengalami musim dingin dan BBS mengalami musim panas, pusat tekanan tinggi di atas Tiongkok dan pusat tekanan rendah di atas Australia akan menyebabkan angin berhembus dari Laut Tiongkok Timur, melewati Laut Tiongkok Selatan, Indonesia dan menuju Australia. Angin ini melewati lautan luas, sehingga membawa uap air dan menyebabkan curah hujan tinggi, musim penghujan, di Indonesia. Angin ini relati berhembus dari arah Barat di Pulau Jawa, sehingga dinamai angin muson Barat. Pergeseran ITCZ ke arah Selatan pada musim ini menyebabkan angin dari BBU berhembus ke Selatan di Semenanjung Indocina dan India. Angin ini berasal dari darat, sehingga tidak memiliki uap air, menyebabkan cuaca kering.

Muson indonesia.

Angin Muson Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Australia (Sumber)

5.2.5. Angin Lokal

Angin lokal yang dimaksud di sini adalah sistem angin darat dan angin laut serta sistem angin gunung dan angin lembah. Kedua sistem tersebut disebabkan karena perbedaan kecepatan pemanasan dan pendinginan permukaan Bumi. Sirkulasi angin darat-angin laut disebabkan karena perbedaan kalor jenis lautan dan daratan. Lautan dengan kalor jenis lebih tinggi dari daratan lebih lambat dipanaskan daripada daratan ketika siang hari. Akibatnya, angin berhembus dari laut yang memiliki suhu yang lebih dingin, ke darat yang memiliki suhu yang lebih hangat. Sebaliknya, di malam hari, darat kehilangan kalor lebih cepat daripada laut, sehingga angin berhembus dari darat ke arah laut.

Angin laut darat.

Angin Laut dan Angin Darat (Ahrens, 2009)

Sistem angin gunung-angin lembah disebabkan karena perbedaan kecepatan pemanasan puncak dan lembah. Puncak gunung yang terkena sinar Matahari lebih awal daripada lembah menyebabkan suhunya lebih panas. Akibatnya, angin berhembus dari lembah ke puncak. Sebaliknya, di malam hari, puncak mengalami pendinginan lebih cepat, sehingga angin berhembus ke arah lembah.

Angin gunung lembah

Angin Lembah dan Angin Lembah (Ahrens, 2009)

Halangan topografi mempengaruhi angin dengan mempengaruhi suhu dan kelembapan udara pada parsel udara yang bergerak. Ketika angin menemui halangan topografi, angin akan dipaksa bergerak naik. Sisi halangan topografi yang menghadap angin dinamakan sisi windward. Parsel udara yang bergerak mengalami pendinginan adiabatik kering hingga ketinggian Lifting Condensation Level (LCL). Laju pendinginan hingga ketinggian ini adalah lapse rate adiabatik kering, yaitu sekitar 1°C per 100 m. Kenaikan ketinggian selanjutnya, parsel udara mengalami lapse rate adiabatik basah, dengan nilai 0,65°C per 100 m. Setelah parsel udara mencapai puncak, parsel udara akan bergerak menuruni lereng di sisi membelakangi angin, leeward, dengan laju peningkatan suhu adiabatik kering saja. Akibatnya, suhu udara ketika mencapai kaki lereng lebih tinggi daripada angin yang datang di sisi windward. Selain itu, karena uap air yang dibawa parsel udara sudah mengalami kondensasi, maka angin di sisi leeward memiliki kelembapan yang rendah. Angin panas dan kering ini dinamakan angin Fohn. Angin Fohn memiliki berbagai nama lain, seperti Chinook dan Bahorok.

Foehn.

Ilustrasi Angin Fohn (Ackerman, 2007)

5.3. Osilasi Atmosfer

Variabilitas pada proses-proses sirkulasi yang disebutkan sebelumnya dapat disebabkan oleh adanya gangguan atmosfer. Gangguan atmosfer tersebut terbentuk karena interaksi kompleks berbagai proses atmosfer serta interaksi atmosfer-samudera. Gangguan ini muncul dalam bentuk osilasi, gelombang tekanan udara yang dapat memiliki periode bulanan hingga puluhan tahun.

5.3.1. El Nino Southern Oscillation (ENSO)

ENSO adalah gangguan atmosfer berupa gerakan gelombang atau osilasi pusat tekanan rendah di Samudera Pasifik Ekuator. ENSO memiliki dua fase, El Nino dan La Nina. Fase El Nino menunjukkan gerakan pusat tekanan ke arah timur, sedangkan La Nina menunjukkan penguatan pusat tekanan rendah di Samudera Pasifik bagian Barat.

Gerakan pusat tekanan rendah ke arah Timur pada fase El Nino berkaitan dengan memanjangnya kolam air panas ke arah Timur dari perairan Samudera Pasifik Barat. Kondisi ini disertai pelemahan angin pasat dan perubahan gradien tinggi muka air laut dan termoklin menjadi ke arah Timur. Kondisi ini menyebabkan arus laut naik (upwelling) dari laut dalam di Pasifik Barat, membawa nutrien dan peningkatan sumber daya perikanan, sementara itu, arus dari permukaan membawa air kaya oksigen ke laut dalam di Pasifik Timur (downwelling). Sirkulasi Walker pada fase El Nino mengalami perubahan, konvergensi terjadi di Samudera Pasifik tengah dan Timur menyebabkan curah hujan tinggi di Amerika Selatan dan divergensi di Pasifik Barat menyebabkan cuaca kering di Indonesia. Fase La Nina berkaitan dengan penguatan gradien suhu antara kolam air hangat di Pasifik Barat dengan bagian lain Pasfik Ekuator. Kondisi ini menyebabkan curah hujan yang lebih kuat di Pasifik Barat serta penguatan arus upwelling dan downwelling dari kondisi normal.

ENSO.

Ilustrasi ENSO (Commonwealth of Australia, 2013)

Indikator yang digunakan untuk mengetahui fase ENSO yaitu Oceanic Nino Index (ONI) yang dihitung dari rata-rata 3 bulan berjalan suhu permukaan laut (SST, Sea Surface Temperature) di Samudera Pasifik tengah. Wilayah pengukuran SST ini dinamakan wilayah Nino 3.4. Peningkatan suhu rata-rata sebesar 0,5°C menunjukkan kondisi El Nino dan sebaliknya menunjukkan La Nina. Selain itu, terdapat indikator lain bernama Southern Oscillation Index (SOI). SOI diukur dari selisih tekanan udara permukaan laut antara Tahiti dan Darwin, Australia. Nilai SOI positif menunjukkan kondisi La Nina, sedangkan nilai negatif menunjukkan El Nino.

ONI dan SOI.

Grafik ONI dan SOI (Commonwealth of Australia, 2013)

5.3.2. Indian Ocean Dipole (IOD)

IOD merupakan gangguan pada sirkulasi Walker di Samudera Hindia Ekuator. Gangguan ini memiliki 2 mode, positif dan negatif. Mode IOD positif memiliki konfigurasi sel Walker dan termoklin seperti La Nina, sedangkan negatif seperti El Nino. Bagian Barat Samudera Hindia berbatasan dengan pantai Timur Afrika, sedangkan bagian Timurnya dengan Indonesia dan Australia, sehingga, dampak IOD dirasakan di wilayah tersebut. Mode IOD ditentukan menggunakan Dipole Mode Index (DMI). DMI ditentukan dengan menghitung gradien SST antara Samudera Hindia Barat dan Timur.

IOD.

Ilustrasi IOD dan DMS (Commonwealth of Australia, 2013)

5.3.3. Madden-Julian Oscillation (MJO)

MJO merupakan gelombang pusat tekanan tinggi dan tekanan rendah yang bergerak di Ekuator dari Barat Samudera Hindia ke arah Timur. Gelombang ini bergerak mengelilngi Bumi dengan durasi siklus antara 30 hingga 60 hari. Gelombang ini disebabkan oleh interaksi sirkulasi atmosfer dengan proses pembentukan hujan konvektif.

MJO.

Ilustrasi MJO (By Fiona Martin, Public Domain)

5.3.4. Sungai Atmosfer

Sungai atmosfer adalah area sempit memanjang di atmosfer yang memiliki kandungan uap air tinggi. Sungai atmosfer dapat terbentuk karena siklon ekstratropis maupun osilasi atmosfer. Fenomena ini mempengaruhi curah hujan di Eropa, Australia, Iran, Kanada, dan Amerika Serikat. Fenomena sungai atmosfer di Amerika Serikat dan Kanada sendiri memiliki nama khusus, yaitu Pineapple Express.

Pineapple Express merupakan sungai atmosfer yang berasal dari Pasifik Barat Ekuator, memanjang ke arah Timur laut, melalui Hawaii dan mencapai pantai Barat Amerika Utara. Pineapple Express dipicu oleh MJO atau El Nino, pusat tekanan rendah yang bergerak ke arah Timur pada kedua fenomena tersebut memperlemah pusat tekanan tinggi di pantai Barat Amerika Utara. Akibatnya, jet stream polar pada area tersebut terbelah menjadi dua, lalu aliran cabang bagian Selatan menguat. Kondisi tersebut menyebabkan terhubungnya sirkulasi tropis dan ekstratropis, menyebabkan terbawanya uap air ke arah Timur laut.

Pineapple express.

Ilustrasi Pembentukan Pineapple Express (By Pierre_cb - NOAA in article Monitoring Interseasonal Oscillations, Public Domain)

6. Massa Udara dan Front

Massa udara adalah bagian atmosfer berukuran besar, ribuan kilometer, yang memiliki karakteristik suhu, kelembapan, dan stabilitas seragam. Karakteristik massa udara dipengaruhi wilayah asalnya, modifikasi yang dialami saat bergerak melalui wilayah lain, dan lama masa hidupnya. Massa udara dapat diklasifikasikan jenisnya sebagai berikut:

Massa Udara Wilayah Asal Suhu dan Kelembapan Wilayah Asal Stabilitas Wilayah Asal Cuaca yang Ditimbulkan
cA Kutub Sangat dingin dan kering (hanya terbentuk pada musm dingin) Stabil Cuaca sangat dingin
cP Daratan beriklim dingin Sangat dingin dan kering di musm dingin, suhu sejuk dan kering di musim panas Stabil Cuaca sangat dingin dan bersalju saat musim dingin, cuaca sejuk saat musim panas
mP Samudera dekat kutub Sejuk dan lembap Tidak stabil di musim dingin, stabil di musim panas Awan rendah dan presipitasi saat musim dingin, musim panas sejuk
cT Benua dekat Ekuator Panas dan kering Tidak stabil Cuaca kering, panas, tanpa awan
mT Samudera dekat Ekuator Hangat dan lembap sepanjang tahun Umumnya tidak stabil Presipitasi dan kabut adveksi di musim dingin, panas dan lembap serta hujan badai di musim panas
mE Samudera Ekuator Hangat dan lembap sepanjang tahun Tidak stabil Presipitasi, hujan badai

Massa udara.

Peta Massa Udara Dunia (Public Domain)

Keterangan: m = maritim, c = kontinental, P = Polar, T = Tropis, E = Ekuatorial

Pertemuan antar massa udara yang memiliki massa jenis berbeda disebut front. Perbedaan massa jenis ini utamanya disebabkan karena perbedaan temperatur. Terdapat 4 tipe front, yaitu:

  • Front Hangat: terbentuk ketika massa udara bersuhu hangat bergerak menggantikan massa udara dingin yang meninggalkan suatu wilayah. Front hangat menyebabkan hujan di area luas dan berdurasi lama.

    Front hangat.

    Ilustrasi Front Hangat (Ahrens, 2009)

  • Front Dingin: terbentuk ketika massa udara bersuhu dingin bergerak menggantikan massa udara bersuhu hangat di suatu wilayah. Front dingin menyebabkan hujan lebat di area sempit dan berdurasi singkat.

    Front dingin.

    Ilustrasi Front Dingin (Ahrens, 2009)

  • Front Stasioner: terbentuk ketika massa udara berbeda suhu tidak bergerak mendekati satu sama lain. Front stasioner umumnya membentuk cuaca berawan.
  • Front Oklusi: terbentuk ketika front hangat dan front dingin bertemu. Cuaca yang dibentuk front oklusi bergantung pada tipenya. Jika front hangat bergerak menuju front dingin, maka front oklusi yang terbentuk adalah front oklusi hangat dengan cuaca mirip front hangat. Sebaliknya, jika front dingin bergerak menuju front hangat, maka terbentuk front oklusi dingin dengan cuaca mirip front dingin.

    Front oklusi.

    Ilustrasi Front Oklusi Dingin (kiri) dan Hangat (kanan) (Ahrens, 2009)

7. Observasi Meteorologi dan Penyajian Data

7.1. Observasi dengan Alat-alat Konvensional

Instrumen pengukuran parameter meteorologis sudah banyak dijelaskan dalam Bab 3. Unsur Cuaca. Umumnya, alat-alat tersebut dipasang pada area tertentu di tempat terbuka dan dibatasi pagar, dinamakan taman alat. Taman alat terbebas dari halangan dengan sudut 10° ke atas cakrawala untuk memastikan pengukuran yang akurat. Terdapat beberapa instrumen lain yang tidak termasuk dalam pembahasan unsur cuaca di atas, misalnya panci evaporimeter, lysimeter, dan termometer tanah.

  • Evaporimeter: berbentuk panci, dilengkapi termometer apung dan anemometer. Instrumen ini digunakan untuk mengukur evaporasi.
  • Lysimeter: terdiri dari tanah berumput yang berada di atas timbangan, bagian pertemuan kolom tanah dan timbangan memiliki permukaan miring yang mengalirkan air tanah ke wadah air di bawah tanah. Lysimeter digunakan untuk mengukur evapotranspirasi.
  • Termometer tanah: berupa satu set termometer yang dipasang di kedalaman 0, 2, 5, 10, 20, 50, dan 100 cm dengan kondisi permukaan tanah gundul dan berumput. Nilai suhu tanah digunakan dalam kegiatan pertanian.

    Lysimeter, evaporimeter, termometer tanah.

    Ilustrasi Lysimeter, Evaporimeter, dan Termometer Tanah (Voortman & Witte, Peter in s, Delince)

Miniaturisasi dan otomasi proses pengukuran menjadikan berbagai instrumen di taman alat dapat digabungkan menjadi satu alat yang dapat mengukur dan mencatat data secara otomatis. Alat ini disebut Automatic Weather Station (AWS). AWS umumnya mencakup instrumen pengukuran angin, curah hujan, intensitas radiasi Matahari, temperatur, dan kelembapan. AWS dapat ditenagai melalui panel surya dan mengirimkan data melalui jaringan seluler, sehingga dapat dipantau dari jarak jauh.

AWS.

Automatic Weather Station (Delince)

Pengukuran langsung parameter atmosfer di atmosfer bagian atas dapat dilakukan menggunakan instrumen radiosonde. Radiosonde merupakan instrumen pengukur temperatur, tekanan udara, kelembapan relatif, angin, radiasi Matahari, dan posisi berukuran kecil dan dapat mengirimkan hasil pengukuran tersebut secara berkala melalui gelombang radio. Radiosonde umumnya dipasang pada wahana balon cuaca, namun juga dapat dipasang pada roket suborbital maupun layang-layang. Beberapa radiosonde juga digunakan dengan cara dijatuhkan dari pesawat, sehingga dinamakan dropsonde. Dropsonde banyak digunakan dalam penerbangan pemantauan badai.

Radiosonde

Balon Cuaca dengan Radiosonde (Elidan1942)

7.2. Observasi dengan Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah pengukuran parameter dengan instrumen yang tidak langsung bersentuhan dengan objek yang diukur. Penginderaan jauh atmosfer dilakukan menggunakan radar cuaca dan satelit meteorologis.

  • Radar Cuaca: berfungsi mendeteksi awan dengan memancarkan gelombang radio dan menangkan pantulannya. Pola dan bentuk awan dapat menunjukkan proses pembentuknya.

    Radar cuaca.

    Radar Cuaca (By VIGNERON et Pierre cb - Own work, CC BY-SA 3.0)

  • Satelit Meteorologis: mengukur radiasi yang dipantulkan dan dilepaskan oleh Bumi. Pantulan radiasi dapat berasal dari awan maupun aerosol. Hasil pengukuran ini menunjukkan pola awan untuk mendeteksi proses cuaca pembentuknya dan sumber polusi aerosol. Pengukuran radiasi yang dilepaskan Bumi berarti pengukuran temperatur.

    Satelit meteorologis.

    Satelit Meteorologis Himawari 8 dan 9 (By Japan Meteorological Agency, CC BY 4.0)

7.3. Penyajian Data Meteorologis

7.3.1. Peta Sinoptik

Peta cuaca atau peta sinoptik menggambarkan kondisi cuaca di suatu area pada satu waktu. Peta sinoptik dapat menggambarkan berbagai parameter cuaca.

  • Peta analisis cuaca permukaan menggambarkan data yang diukur oleh stasiun pengukuran cuaca. Informasi utama yang ditunjukkan pada peta ini adalah tekanan udara. Tekanan udara ditunjukkan dengan garis isobar, garis yang menghubungkan titik dengan tekanan udara yang sama.
  • Peta cuaca juga dapat digunakan untuk menggambarkan bagian atmosfer dengan tekanan udara yang sama. Peta ini biasanya menggambarkan kondisi atmosfer di ketinggian tinggi, pada ketinggian 700, 500, 300, dan 250 hPa. Informasi utama peta ini adalah angin, ditunjukkan dengan garis yang menghubungkan titik dengan kecepatan angin sama, isotach.
  • Peta isotherm menunjukkan temperatur sebagai informasi utama. Isotherm adalah garis yang menghubungkan titik dengan temperatur yang sama. Peta ini digunakan untuk menganalisis keberadaan front.

Berbagai parameter lain yang digambarkan peta sinoptik menggunakan simbol garis dan simbol titik. Informasi yang digambarkan dengan simbol garis yaitu:

Simbol garis.

(1) Front Dingin, (2) Front Hangat, (3) Front Stasioner, (4) Front Oklusi, (5) Palung Permukaan, (6) Garis Squall, (7) Dry Line, (8) Gelombang Tropis, (9) Palung (By Hydrometeorological Prediction Center, Camp Springs, MD. Updated with Trowal on 2013-08-28, Public Domain)

Simbol titik pada peta sinoptik dinamakan station model. Simbol station model mencakup informasi:

  • Arah dan kecepatan angin: ditunjukkan dengan wind barb. Arah wind barb menunjukkan arah angin, sedangkan benderanya menunjukkan kecepatan angin.
  • Tutupan awan
  • Tekanan udara permukaan: ditunjukkan dalam satuan milibar (mb). Nilai yang ditunjukkan sebesar 3 digit. Terdapat nilai 10 atau 9 di depan angka yang ditunjukkan dan digit terakhir menunjukkan 1 nilai di belakang koma. Misal, nilai 410 berarti nilai tekanan udaranya 1041,0 mb, sedangkan nilai 938 menunjukkan nilai tekanan udara 993,8 mb.
  • Tren perubahan tekanan
  • Temperatur
  • Cuaca
  • Titik jenuh: menunjukkan suhu yang diperlukan pada tekanan konstan agar mencapai kelembapan relatif 100%.

Station model. Wind barb. Tutupan awan. Tren tekanan. Cuaca.

Variasi Simbol Station Model (NOAA, 2022)

7.3.2. Diagram Termodinamika

Diagram termodinamika digunakan untuk menganalisis hasil pengukuran titik jenuh dan temperatur dari radiosonde. Kedua nilai tersebut diplot pada diagram untuk menganalisis pembentukan awan dan kemungkinan presipitasi. Awan akan terbentuk pada ketinggian dengan nilai temperatur dan dew point berdekatan. Diagram menunjukkan wind barb di tepi kanannya yang menunjukkan arah dan kecepatan angin di interval ketinggian tertentu.

  • Diagram Skew T - Log P: sesuai namanya, grafik ini memiliki sumbu temperatur miring ke kanan(skew t) dan sumbu y tekanan udara dengan nilai logaritmik (log P). Selain itu, diagram ini juga menunjukkan garis adiabatik kering dan basah melengkung. Diagram skew T - log P dapat digunakan untuk menghitung energi potensial konveksi (CAPE). CAPE dihitung dengan menghitung area antara suhu parsel udara dengan suhu hasil pengukuran.

    Skew T.

    Diagram Skew T - Log P (By JeanBizHertzberg - Own work, CC BY-SA 4.0)

  • Tephigram: memiliki sumbu temperatur miring ke kanan, adiabatik kering miring ke kiri, dan isobar datar sedikit miring ke arah atas. Garis adiabatik basah melengkung. Tephigram juga menunjukkan informasi entropi (φ) Tephigram juga dapat digunakan untuk menghitung CAPE.

    Tephigram.

    Tephigram (Hawkins, Tephi Contributors)

  • Stuve Diagram: memiliki sumbu x isotherm dan sumbu y isobar. Adiabatik basah dan kering memiliki sumbu miring dengan kemiringan berbeda.

    Stuve diagram.

    Diagram Stuve (By Daelomin at en.wikipedia - Own work, Public Domain)

  • Emagram: berkebalikan dengan skew T-log P, emagram memiliki sumbu x temperatur tegak dan sumpu tekanan udara miring. Diagram ini juga dapat digunakan untuk emnghitung CAPE.

    Emagram.

    Emagram (By Daelomin, Copyrighted free use)

8. Fenomena Optis Atmosfer

Radiasi Matahari, sebagai gelombang, mengalami berbagai proses ketika perambatannya dipengaruhi oleh atmosfer, Bumi, dan objek-objek di antaranya. Gelombang dapat mengalami penghamburan (scattering), pembiasan (refraction), pemantulan (reflection), dan pelenturan (difraksi).

  • Penghamburan: merupakan proses penyebaran gelombang ke segala arah karena halangan suatu objek. penghamburan utamanya menyebabkan warna langit.

    (a). Penghamburan Rayleigh merupakan proses yang menjelaskan penghamburan selektif radiasi gelombang pendek oleh atmosfer, utamanya molekul nitrogen dan oksigen. Penghamburan Rayleigh menyebabkan warna langit biru. Saat siang hari, seluruh spektrum cahaya tampak sinar Matahari menembus atmosfer dengan intensitas yang sama, sehingga Matahari terlihat berwarna putih.

    (b). Ketika sore hari, sinar Matahari menembus atmosfer yang lebih tebal, karena sudut datangnya yang miring. Akibatnya, sinar Matahari yang mencapai permukaan Bumi terdiri dari gelombang dengan spektrum cahaya tampak dengan panjang gelombang panjang, warna kuning dan merah. Proses ini disebut penghamburan Mie.

  • Pembiasan: merupakan proses pembelokan gelombang karena perbedaan kepadatan media perambatan gelombang. Pembiasan sinar Matahari dapat terjadi saat sinar Matahari merambat melalui kristal es, air hujan, dan lapisan udara berbeda kepadatan.

    (a). Pembiasan karena kristal es membentuk halo dan sun dog. Halo adalah cincin cahaya yang menyertai Matahari atau Bulan. Halo terbentuk oleh awan cirrostratus dari proses pembiasan oleh kristal es kolumnar berukuran kecil. Pembiasan karena kristal es kolumnar berukuran besar dan berorientasi vertikal membentuk tangent arc, cahaya melengkung ke arah luar lingkaran namun menyentuh halo. Sun dog adalah Matahari kembar, biasanya terbentuk di kanan dan kiri Matahari. Sun dog terbentuk karena pembiasan oleh es heksagonal.

    (b). Pembiasan karena air hujan membentuk pelangi. Sinar Matahari dari ketinggian rendah mengenai titik air pada sudut tertentu sehingga terjadi pemantulan internal, sehingga pelangi terbentuk di arah yang berlawanan dengan Matahari. Gelombang dengan panjang berbeda dibiaskan dengan sudut berbeda, sehingga terjadi pemisahan spektrum warna cahaya tampak.

    (c). Pembiasan karena kepadatan udara berbeda membentuk hindau (mirage). Hindau adalah bayangan objek di langit atau di tanah yang terlihat dari jarak jauh. Tipenya dibagi menjadi superior, jika terbentuk di atas objek asli, dan inferior, jika terbentuk di bawah objek asli. Terdapat pula jenis hindau berupa kemendang (heat haze) yang terlihat seperti air atau membuat objek bergoyang karena udara berada di atas permukaan panas. Fatamorgana umum digunakan untuk menyebut seluruh fenomena ini, namun, lebih spesifiknya, fatamorgana adalah gabungan fenomena hindau superior dan kemendang, sehingga bayangannya bergoyang dan bentuknya berubah-ubah.

  • Pemantulan: merupakan perubahan arah rambatan gelombang dengan besar sudut datang sama dengan sudut pantul terhadap garis normal (ditarik tegak lurus terhadap permukaan objek). pada es kolumnar horizontal membentuk sun pillar, cahaya memanjang di atas dan bawah Matahari.
  • Pelenturan: merupakan perubahan arah rambat gelombang karena terhalang oleh suatu objek, sehingga gelombang menyebar dan sebagian berbelok ke arah dalam, pada area yang terhalang oleh objek. Kenampakan yang dapat muncul adalah corona, cloud iridescence, glory, dan brocken bow. Corona terbentuk di sekitar Matahari, perbedaan utamanya dengan halo adalah cahayanya yang berbentuk lingkaran, bukan cincin. Cloud iridescence terbentuk karena halangan awan. Glory terbentuk karena halangan pesawat terbang sedangkan brocken bow terbentuk karena halangan objek di darat, seperti gunung, keduanya terbentuk mengelilingi bayang-bayang objek. Kenampakan fenomena hasil pelenturan sinar Matahari umum memiliki warna seperti pelangi karena perbedaan besar pembelokan cahaya berbeda panjang gelombang.

    Kompleks halo.

    Ilustrasi Kompleks Halo oleh Awan Tinggi (Cirriform) (Ahrens, 2009)

Fenomena optis atmosfer lain misalnya aurora dan cahaya dari awan ketinggian sangat tinggi. Aurora terbentuk dari pelepasan cahaya oleh molekul gas atmosfer yang menerima energi dari ion yang dilepaskan Matahari. Ion merupakan partikel dengan muatan, dikeluarkan oleh Matahari dan dibelokkan oleh medan magnet Bumi. Medan magnet Bumi masuk dan keluar dari kutub, sehingga aurora terbentuk di sekitar kutub. Aurora borealis terbentuk di sekitar Kutub Utara, sedangkan aurora australis di sekitar Kutub Selatan. Awan ketinggian sangat tinggi dapat terbentuk di stratosfer maupun mesosfer. Updraft yang sangat kuat dapat membawa air dan membentuk es di lapisan stratosfer, menyebabkan awan nacreous, serta senyawa lain seperti asam sitrat dan asam sulfat ke lapisan stratosfer, membentuk awan stratosfer kutub (Polar Stratospheric Cloud/PSC). Awan PSC memiliki karakteristik perusak ozon. Sementara itu, air di lapisan mesosfer dapat berasal dari turbulensi maupun meteor, membentuk awan noctilucent. Kedua jenis awan ini dapat terlihat bersinar ketika Matahari sudah tenggelam lama karena letaknya yang tinggi.

Aurora.

Aurora (By Photo by Chris Danals, National Science Foundation, Public Domain)

Nacreous.

Nacreous / Polar Stratospheric Cloud (NASA, Public Domain)

Noctilucent.

Noctilucent (By Doomych - Own work, Public Domain)

9. Bencana Meteorologis

Bencana meteorologis adalah kejadian yang mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia akibat proses-proses meteorologis. Bencana meteorologis meliputi hujan dengan intensitas ekstrem, banjir, tanah longsor, dan angin kencang. Berikut ini merupakan beberapa proses yang menyebabkan bencana tersebut:

9.1. Siklon

Siklon adalah gerakan massa udara berukuran besar, berputar mengelilingi pusat tekanan rendah yang kuat. Terdapat beberapa istilah lain yang digunakan untuk menamai siklon, misal taifun di Pasifik Barat, willy-willy di Australia, dan hurricane di Amerika Serikat. Siklon memiliki skala sinoptik, artinya mencakup wilayah yang luas. Siklon dapat terbentuk di lintang tengah karena front oklusi dingin, dinamakan siklon ekstratropis. Siklon tropis terbentuk di sekitar ekuator karena proses konveksi yang sangat kuat. Syarat terbentuknya siklon tropis yaitu:

  • Temperatur permukaan laut hangat, lebih dari 26°C, sebagai sumber energi konveksi dan pembentuk pusat tekanan rendah
  • Berada di lintang >4°, sehingga gaya koriolis cukup besar untuk membentuk gerakan memutar
  • Geser angin (windshear) lemah, sehingga updraft dapat membentuk awan vertikal. Geser angin adalah perbedaan arah dan kecepatan angin pada atmosfer beda ketinggian. Geser angin tinggi menghambat pembentukan awan vertikal, karena awan tidak dapat membentuk satu tubuh yang utuh dari permukaan hingga ketinggian tinggi.

Morfologi Siklon

Anatomi Siklon (Terry, 2007)

Siklon berkembang dari gabungan berbadai sistem badai. Siklon berkembang melalui tahap-tahap berikut:

(a). Gangguan tropis: proses konveksi yang kuat membentuk beberapa sistem hujan badai (thunderstorm). Updraft yang kuat menyebabkan udara berpindah dari permukaan laut ke atmosfer bagian atas, membentuk tekanan rendah di permukaan. Namun, pada tahap ini, tekanan rendah tersebut belum membentuk satu pusat dengan isobar tertutup. Angin yang terbentuk memiliki kecepatan kurang dari 20 knot.

(b). Depresi tropis: menandakan sebuah depresi atau pusat tekanan rendah, ditandai dengan satu isobar tertutup. Sistem badai yang ada bergabung dan angin yang terbentuk memiliki kecepatan 20 - 34 knot.

(c). Badai tropis: memiliki 2 isobar tertutup, sehingga terbentuk gerakan memutar angin gradien di antara dua isobar tersebut. Angin yang terbentuk memiliki kecepatan 35 - 64 knot. Pada tahap ini belum terbentuk anatomi mata badai. Otoritas pemantauan siklon memberi nama siklon pada tahap ini. Nama siklon di Indonesia dipilih dari nama bunga sedangkan di Amerika Serikat dan Australia, siklon dinamai dengan nama laki-laki dan perempuan secara bergantian.

(d). Siklon tropis: memiliki morfologi mata badai. Sistem pusat tekanan udara membentuk 3 isobar tertutup dan angin yang ditimbulkan mencapai kecepatan > 64 knot (>74 mph atau >119 km/h)

Daur hidup siklon.

Daur Hidup Siklon (NOAA)

Siklon dapat menimbulkan kodisi cuaca hujan ekstrem dan angin kencang. Kondisi cuaca inilah yang menyebabkan bencana seperti banjir, tanah longsor, dan angin yang merusak bangunan. Selain itu, tekanan rendah yang berada di pusat sistem siklon menyebabkan permukaan air laut bertambah ketinggiannya. Ketika siklon tersebut mengenai daratan, akan terbentuk gelombang tinggi yang disebut storm surge.

Daya rusak siklon dapat diperkirakan berdasarkan kecepatan angin menerus (rata-rata dalam kurun waktu tertentu, dalam hal ini 1 menit). Kecepatan angin siklon diklasifikasikan menurut sistem skala Saffir-Simpson menjadi 5 kelas, 1 - 5.

Kategori Kecepatan Angin (knot)
SS1 64 - 82
SS2 83 - 95
SS3 96 - 112
SS4 113 - 136
SS5 > 137

9.2. Tornado

Tornado merupakan gerakan siklonik (gerakan memutar) berskala meso. Tornado juga dapat terbentuk dari proses front oklusi seperti siklon. Tornado tipe ini dinamakan supercell tornado. Berbeda dengan siklon, tornado tipe ini terbentuk dari satu sistem hujan badai (supercell thunderstorm) saja. Pembentukan supercell tornado diawali oleh keberadaan geser angin pada sistem hujan badai. Geser angin ini terbentuk karena gerakan angin dari pinggiran sistem hujan badai ke arah updraft di tengah. Geser angin tersebut membentuk gerakan memutar (vorticity) horizontal. Updraft membelokkan gerakan memutar tersebut menjadi vertikal dan gerakan updraft ikut memutar, sehingga membentuk tornado. Tornado yang terbentuk di atas perairan disebut waterspout.

Supercell tornado.

Anatomi Supercell (By Vanessa Ezekowitz, CC BY-SA 3.0)

image

Pembentukan Supercell Tornado (By Vanessa Ezekowitz, CC BY-SA 3.0)

Non-supercell tornado, seringkali dinamakan landspout atau non-tornadic waterspout, terbentuk karena gerakan memutar vertikal akibat keberadaan geser angin horizontal pada lapisan batas Bumi. Geser angin horizontal ini mungkin terbentuk karena perubahan arah dan kecepatan angin akibat halangan atau pertemuan dua atau lebih angin di dekat permukaan. Suatu updraft sistem awan kumulonimbus dapat memperkuat gerakan memutar tersebut dan memperpanjang gerakannya hingga mencapai dasar awan. Fenomena ini memiliki masa hidup sangat singkat, 15 hingga 20 menit.

Landspout.

Ilustrasi Pembentukan Landspout (NWS, 2023)

Tornado banyak terbentuk di Amerika Serikat di area yang dinamakan Lorong Tornado (Tornado Alley). Lorong Tornado mencakup wilayah di tengah benua Amerika Utara tempat bertemunya 4 massa udara berbeda, sehingga memiliki banyak proses frontal. Selain itu, tornado juga terbentuk di Afrika Selatan, Eropa (kecuali di Pegunungan Alpen), Australia Barat dan Timur, Selandia Baru, Bangladesh dan India Timur, Filipina, serta Amerika Selatan bagian Tenggara (Uruguay dan Argentina). Kerusakan yang disebabkan tornado terjadi karena angin kencang menerbangkan objek serta kerusakan karena tabrakan objek yang terbawa angin. Tingkat kerusakan tornado dipengaruhi oleh intensitasnya. Intensitas tornado diklasifikasikan berdasarkan sistem skala Enhanced Fujita menjadi 6 tingkat, 0 - 5.

Kategori Kecepatan Angin (knot)
EF0 56 - 74
EF1 75 - 95
EF2 96 - 117
EF3 118 - 143
EF4 144 - 174
EF5 > 174

9.3. Kekeringan

Kekeringan adalah kondisi keberadaan air di suatu tempat memiliki jumlah yang lebih rendah dari kondisi normal. Kekeringan dapat ditentukan berdasarkan kondisi meteorologis, pertanian, dan hidrologis. Kekeringan meteorologis merupakan kondisi presipitasi yang lebih rendah dan evapotranspirasi yang lebih tinggi daripada keadaan normal. Ketika kekeringan meteorologis terjadi dalam jangka panjang, maka dapat membentuk kekeringan pertanian.

Kekeringan pertanian adalah kondisi kelembapan tanah dekat permukaan yang tidak mendukung kehidupan dan perkembangan tanaman. Akibatnya, tanaman mengalami water stress, pengurangan biomassa, dan berkurangnya hasil pertanian. Kekeringan pertanian yang berkepanjangan menyebabkan berkurangnya simpanan air tanah, sehingga debit mata air yang mengisi sungai dan danaupun berkurang. Ketika jumlah air yang berada dalam simpanan permukaan berkurang, maka kondisi tersebut disebut kekeringan hidrologis. Kekeringan hidrologis menyebabkan pengurangan lahan basah dan habitat satwa liar.

Kekeringan.

Peta Risiko Kekeringan Dunia (Buccholz for Statista, 2021)

9.4. Gelombang Panas

Gelombang panas adalah kondisi panas ekstrem dalam kurun waktu cukup panjang, antara 2 hari hingga beberapa bulan. Gelombang panas memiliki berbagai mekanisme pembentukan, mencakup proses timbulnya massa udara panas dan lembap di dekat permukaan serta penghambatan proses konvektif karena keberadaan massa udara bertekanan tinggi di atmosfer bagian atas. Gelombang panas dapat menjadi bencana karena menyebabkan sengatan panas (heat stroke). Heat stroke terjadi karena kondisi kelembapan yang tinggi dan udara yang statis menyebabkan berkurangnya penguapan keringat. Keringat merupakan mekanisme penting tubuh untuk menjaga keseimbangan (homeostasis) suhu tubuh. Heat stroke menyebabkan rasa pusing, pingsan, hingga kematian.

Heatwave illustration.

Ilustrasi Kondisi Atmosfer Gelombang Panas (By U. S. National Weather Service/National Ocean Service, Public Domain)

Karakteristik masyarakat memiliki pengaruh sama besar bahkan lebih besar terhadap dampak gelombang panas dibandingkan intensitas fenomena gelombang panas itu sendiri. Korban gelombang panas sebagian besar berada di kelompok usia produktif akhir, 55 - 64 tahun. Selain itu, karakteristik bangunan juga mempengaruhi mortalitas akibat gelombang panas. Tingkat penggunaan pendingin udara di Eropa yang rendah menyebabkan tingginya jumlah korban akibat gelombang panas di wilayah tersebut.

Heatwave cartogram.

Kartogram Jumlah Kejadian Gelombang Panas (2001 - 2017) (Worldmapper)

Heatwave death cartogram.

Kartogram Jumlah Kematian karena Gelombang Panas (2001 - 2017) (Worldmapper)

9.5. Banjir

Banjir merupakan kondisi tergenangnya wilayah yang umumnya kering. Terdapat 3 jenis banjir:

  • Banjir Pluvial: pluvial berarti terkait dengan hujan. Banjir tipe ini mencakup banjir genangan akibat drainase yang tidak dapat mengimbangi debit air hujan dan banjir bandang yang terbentuk di lereng-lereng curam. Banjir bandang dicirikan dengan banyaknya kandungan sedimen dan debris yang terbawa oleh aliran air. Banjir bandang juga dapat terjadi pada lembah sungai hulu yang tidak terlalu curam, namun aliran sungai tersebut terhambat oleh longsor yang menutup lembah sungai. Ketika “bendungan alami” yang terbentuk oleh longsor tersebut hancur, maka terbentuk banjir bandang.
  • Banjir Fluvial: fluvial berarti terkait dengan sungai. Banjir tipe ini disebut juga banjir limpasan sungai atau banjir kiriman. Banjir fluvial terbentuk di sungai bagian tengah dan hilir, menggenangi bagian dataran banjir dari lembah sungai. Luapan sungai ke dataran banjir merupakan bagian dari proses alami bentanglahan sungai.
  • Banjir Pesisir: terbentuk karena gelombang tinggi, pasang tinggi, dan kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut dapat disebabkan karena penurunan ketinggian daratan (subsidensi) atau penambahan volume air laut akibat pemanasan global. Banjir pesisir memiliki nama lain yaitu rob.

10. Hubungan Sirkulasi Atmosfer dan Samudera

Seperti halnya udara di atmosfer, air di samudera juga membentuk sirkulasi akibat ketimpangan energi Matahari yang diterima wilayah-wilayah di permukaan Bumi. Setidaknya terdapat 2 sirkulasi samudera yang berinteraksi dengan iklim, yaitu:

10.1. Pusaran Samudera (Ocean Gyre)

Gyre adalah gerakan memutar. Ocean gyre merupakan arus samudera yang memiliki gerak memutar, ke arah Barat di Ekuator, lalu dibelokkan ke arah kutub, kemudian bergerak ke arah Timur di dekat kutub dan kembali ke Ekuator. Arus air laut tersebut terbentuk dari angin timuran (angin pasat) di dekat Ekuator dan angin baratan yang terbentuk di perbatasan lintang tengah dan lintang kutub. Salah satu karakteristik sirkulasi ini adalah arus ke arah kutub di sisi Barat samudera memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada arus ke arah Ekuator.

Arus ke arah kutub membawa air bersuhu hangat dari Ekuator, dinamakan arus hangat, sedangkan arus ke arah Ekuator membawa air bersuhu dingin, dinamakan arus dingin. Arus hangat yang mengalir di bagian Barat samudera menyebabkan bagian Timur benua memiliki cuaca yang lebih hangat dan lembap daripada bagian Barat benua. Sistem ocean gyre terbentuk di Samudera Atlantik Utara dan Selatan, Samudera Pasifik Utara dan Selatan, serta Samudera Hindia.

Ocean gyre.

Arus Laut dalam Sistem Pusaran Samudera (NOC, CC BY-NC-SA 2.0, http://www.seos-project.eu/modules/oceancurrents/oceancurrents-c02-p01.html)

10.2. Sirkulasi Termohalin

Termo berarti temperatur, haline berarti kadar garam. Sirkulasi termohalin terbentuk karena adanya gradien temperatur dan kadar garam yang mempengaruhi massa jenis air laut di wilayah berbeda. Pendorong utama pembentukan sirkulasi ini terjadi di Samudera Atlantik Utara dan Samudera Antartika.

Distribusi daratan dan lautan di Samudera Atlantik Utara menyebabkan terbentuknya arus hangat yang kuat, yaitu arus teluk (gulf stream). Arus ini merupakan bagian dari sistem ocean gyre, namun juga merupakan proses utama dalam sirkulasi termohalin. Arus ini menyebabkan terbentuknya cuaca yang lembap di Benua Eropa bagian Barat, lebih lembap daripada wilayah lain di lintang tersebut. Suhu air laut yang lebih hangat juga membentuk perbedaan tekanan udara yang lebih tinggi, membentuk angin yang lebih kuat. Angin yang kuat menyebabkan evaporasi yang tinggi. Presipitasi yang rendah di lintang tersebut menyebabkan evaporasi yang lebih tinggi dari presipitasi di Atlantik Utara. Evaporasi dan pendinginan di Atlantik Utara membentuk air yang memiliki kadar garam yang lebih tinggi dan temperatur yang lebih rendah daripada wilayah lautan lain. Air dengan kadar garam yang tinggi dan temperatur yang rendah memiliki massa jenis (densitas) yang tinggi, sehingga air tersebut mengalami penenggelaman atau downwelling.

Downwelling juga terjadi di Samudera Antartika. Pecahnya es laut (sea ice) dari dataran es Antartika membentuk area laut terbuka di antara es laut dan dataran es, dinamakan polynya. Es laut baru terbentuk di polynya karena angin dan suhu yang dingin di Antartika. Akibatnya, saat air laut berubah menjadi es, garam yang tertinggal menyebabkan air laut di bawah es memiliki salinitas (kadar garam) yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Air tersebut memiliki massa jenis yang lebih tinggi, sehingga mengelami downwelling.

Air laut yang tenggelam di Atlantik Utara, dinamakan North Atlantic Deep Water (NADW), mengisi air laut dalam Samudera Atlantik dan Hindia. Sementara itu, air laut yang tenggelam di Antartika, dinamakan Antartic Bottom Water (AABW) mengisi air laut dalam di Samudera Pasifik. Air yang tenggelam tersebut menggantikan air laut dalam yang berusia lebih tua, karena air laut dalam tua tersebut sudah mengalami percampuran, sehingga massa jenisnya lebih rendah daripada air yang baru mengalami penenggelaman. Air laut dalam lama tersebut mengalami gerakan naik atau upwelling.

Arus air laut dalam meninggalkan Samudera Atlantik menyebabkan ketinggian air permukaan yang lebih rendah daripada Samudera Pasifik. Akibatnya, terbentuk arus laut permukaan yang membawa air hangat dari Samudera Pasifik ke Samudera Atlantik. Arus tersebut melewati Indonesia, membentuk arus kuat bernama Arus Lintas Indonesia (Arlindo) atau Indonesian Through Flow (ITF). Arus tersebut kemudian melewati Samudera Hindia, menyebabkan adanya pembalikan arus (overturning) dari Samudera Atlantik. Lalu, arus permukaan tersebut bergerak melalui Selatan Afrika dan menuju Atlantik Utara membentuk satu sirkulasi tertutup. Oleh karena itu, sirkulasi ini juga disebut great ocean conveyor belt dan Meridional Overturning Circulation (MOC).

Termohalin.

Ilustrasi Sirkulasi Termohalin (By cmglee, Avsa et al - Conveyor belt.svg, CC BY-SA 4.0)

11. Perubahan Iklim

Peubahan iklim adalah perubahan pada parameter iklim di suatu wilayah. Iklim diidentifikasi dari nilai rata-rata dan variabilitas parameter iklim. Misalnya, iklim dalam klasifikasi Oldeman ditentukan berdasarkan curah hujan rata-rata bulanan dan iklim dalam klasifikasi Koppen salah satunya diklasifikasikan berdasarkan temperatur maksimal dan minimal yang dapat dilihat dari nilai variabilitas. Sistem iklim yang saling berhubungan menyebabkan permasalahan perubahan iklim menjadi permasalahan global. Program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP/United Nations Environmental Program) dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO/World Meteorological Organization) membentuk badan internasional untuk menganalisis perubahan iklim secara ilmiah. Badan tersebut bernama International Panel on Climate Change (IPCC).

IPCC menganalisis perubahan iklim sebagai perubahan pada rata-rata dan variabilitas iklim akibat proses alami maupun proses yang disebabkan oleh manusia (antropogenik). IPCC memberikan hasil analisis tersebut kepada pemerintah negara-negara Dunia. Pemerintah negara-negara Dunia tersebut menegosiasikan perjanjian untuk menghadapi perubahan iklim dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Konvensi ini bertujuan untuk membatasi perubahan iklim berbahaya yang disebabkan oleh gangguan manusia.

11.1. Mekanisme Perubahan Iklim

Perubahan iklim umumnya ditandai dengan perubahan rata-rata temperatur. Perubahan iklim dapat terjadi secara lokal maupun global. Kandungan gas atmosfer merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi iklim, salah satu komponen neraca radiasi Bumi adalah pemantulan radiasi gelombang panjang Bumi dan mencegah pelepasan panas ke luar angkasa. Fenomena tersebut disebut efek rumah kaca dan gas yang menyebabkan fenomena tersebut dinamakan gas rumah kaca. Mekanisme ini merupakan salah satu kontrol temperatur Bumi yang menyebabkan Bumi dapat mendukung kehidupan.

11.1.1. Perubahan Iklim Lokal

Perubahan iklim lokal terjadi karena perubahan tutupan lahan. Fenomena yang banyak terjadi adalah fenomena pulau bahan perkotaan (UHI/Urban Heat Island). Ketika suatu wilayah mengalami perubahan karakteristik morfologis dari karakteristik rural (pedesaan) menjadi karakteristik urban (perkotaan), terdapat berbagai perubahan proses yang berkaitan dengan cuaca dan iklim, berikut merupakan beberapa fenomena yang terjadi. Pertama, perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi lahan terbangun meningkatkan albedo. Kedua, terdapat tambahan sumber pemanasan permukaan dari kegiatan manusia, seperti panas mesin, pembakaran, dan pompa kalor (heat pump/pendingin udara).

Ketiga, terjadi pengurangan tingkat evapotranspirasi, karena terjadi pengurangan area tanah terbuka, perairan terbuka, dan area dengan tutupan vegetasi. Keempat, pengurangan evapotranspirasi menyebabkan pengurangan tingkat kelembapan, sehingga kalor laten yang ada di atmosfer berkurang, menyebabkan suhu yang lebih tinggi. Kelima, halangan bangunan menyebabkan angin bergerak melalui lorong-lorong angin di antara bangunan, membentuk gerakan turbulensi dan kecepatan angin yang kuat di area tertentu. Keenam, polusi gas rumah kaca lokal menyebabkan terperangkapnya panas di wilayah kota. Berbagai mekanisme tersebut saling mempengaruhi, sehingga membentuk kondisi iklim perkotaan dengan temperatur yang lebih tinggi dari wilayah sekitarnya.

UHI.

Ilustrasi Pulau Bahang Perkotaan (By TheNewPhobia - Own work, Public Domain)

11.1.2. Perubahan Iklim Global

Bumi mengalami perubahan iklim global berulang kali, seringkali kita kenal sebagai Zaman Es. Dalam Zaman Es tersebut terdapat periode glasial dan interglasial dimana tutupan es di permukaan Bumi mengalami penambahan dan pengurangan. Perubahan iklim global tersebut dipengaruhi oleh beberapa sebab, yaitu perubahan pada komposisi gas rumah kaca, terutama karbondioksida dan metana, di atmosfer, perubahan orbit Bumi terhadap Matahari, perubahan persebaran benua dan samudera, perubahan luaran radiasi Matahari, perubahan orbit Bulan terhadap Bumi, dan kejadian jatuhan meteor atau erupsi gunung api.

Perubahan komposisi atmosfer menyebabkan perubahan pada kekuatan efek rumah kaca. Perubahan orbit Bumi memiliki periode berulang, dinamakan siklus Milankovitch, menyebabkan perubahan jumlah dan distribusi radiasi Matahari yang mencapai permukaan Bumi. Perubahan persebaran benua dan samudera serta perubahan orbit Bulan mempengaruhi sirkulasi laut dan atmosfer. Sementara itu, jatuhan meteor dan erupsi gunung api melepaskan gas rumah kaca, sulfur, dan debu vulkanik yang mempengaruhi neraca energi Bumi.

Perubahan iklim modern utamanya disebabkan karena peningkatan proporsi gas rumah kaca di atmosfer, terutama karbondioksida (CO2), dari emisi kegiatan manusia. Pembakaran bahan bakar fosil melepaskan kembali karbon yang sebelumnya terperangkap di dalam sistem litosfer ketika tumbuhan dan alga masa lalu mati dan tertimbun. Laju pembakaran bahan bakar fosil sangat cepat sehingga dampak lingkungan yang ditimbulkan sulit untuk diprediksi dan ditanggulangi. Hal ini disebabkan karena kompleksitas sistem iklim dan keterkaitan antar komponen sistem iklim yang kuat.

Grafik temperatur rata-rata.

Grafik Temperatur Dunia Rata-rata (By Efbrazil - Own work, CC BY-SA 4.0)

11.2. Umpan Balik Sistem Iklim

Iklim Bumi berada di suatu kesetimbangan karena komponen sistem iklim berinteraksi dan membentuk umpan balik. Umpan balik tersebut ada yang bersifat positif (saling menguatkan) dan negatif (saling melemahkan). Sehingga, ketika terjadi perubahan pada satu komponen, sistem dapat kembali ke kondisi kesetimbangan.

Umpan balik.

Ilustrasi Umpan Balik Iklim (UK Met Office in UCAR, 2025)

Pelepasan gas rumah kaca oleh proses antropogenik mungkin menyebabkan perubahan yang cukup besar pada komponen sistem iklim, sehingga kesetimbangannya akan berpindah dari satu rezim ke rezim lainnya. Hal ini disebabkan karena perbandingan kekuatan proses dalam suatu umpan balik tidak lagi seimbang, menyebabkan sistem untuk membentuk kesetimbangan baru. Ketika terjadi perubahan dari satu rezim kesetimbangan ke rezim lain maka dikatakan sistem iklim sudah melewati titik kritis atau titik balik (tipping point).

Kesetimbangan.

Ilustrasi Kesetimbangan Sistem dan Titik Kritis (Rauter et. al. in UCAR, 2025)

Beberapa bentuk umpan balik sistem iklim adalah:

  • Tutupan es: tutupan es membentuk umpan balik positif. Terbentuknya es dalam jumlah besar menyebabkan meningkatnya albedo, sehingga temperatur turun. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya lebih banyak es. Jika terjadi peningkatan suhu akibat proses lain, akan terjadi pengurangan tutupan es yang mengurangi albedo sehingga meningkatkan temperatur dan mengurangi tutupan es lebih lanjut.
  • Fotosintesis: proses fotosintesis membentuk umpan balik negatif terhadap iklim. Ketika atmosfer memiliki kadar CO2 tinggi, maka vegetasi akan melakukan lebih banyak fotosintesis, mengurangi jumlah CO2. Begitu pula sebaliknya, jika kadar CO2 rendah, maka tingkat fotosintesis juga rendah.
  • Kebakaran hutan: kebakaran hutan membentuk umpan balik positif terhadap iklim. Iklim yang lebih panas dengan CO2 yang lebih tinggi akan menyebabkan banyak kebakaran yang menambah jumlah CO2.
  • Simpanan karbon samudera: karbon dalam bentuk CO2 di atmosfer dan dalam bantuk asam karbonat di lautan membentuk sebuah kesetimbangan. Ketika jumlah CO2 di atmosfer meningkat, maka laut akan melarutkan lebih banyak CO2 tersebut menjadi asam karbonat. Asam karbonat tersebut menjadi bahan dasar makhluk hidup laut untuk membentuk cangkang. Ketika terdapat lebih banyak karbonat, maka pembetukan cangkang akan meningkat, sehingga laut akan melarutkan lebih banyak CO2 untuk menggantikannya, tetapi hanya sampai tahap tertentu. Ketika air laut mencapai keasaman yang tidak dapat ditoleransi makhluk hidup, maka proses penyerapan karbon oleh makhluk hidup tersebut akan berhenti.

Umpan balik 2.

Detail Beberapa Mekanisme Umpan Balik Iklim (By Saavoo - Own work, CC BY-SA 4.0)

11.3. Dampak Perubahan Iklim

Peningkatan kadar CO2 di atmosfer akibat kegiatan manusia menyebabkan peningkatan suhu global dan pengasaman samudera. Peningkatan suhu atmosfer mempengaruhi proses cuaca. Suhu yang lebih tinggi berarti energi yang lebih banyak, mendorong proses cuaca yang lebih kuat. Akibatnya, terjadi perubahan pola dan intensitas presipitasi serta peningkatan evapotranspirasi, menyebabkan peningkatan hujan ekstrem dan kekeringan.

Peningkatan suhu juga menyebabkan pergeseran habitat makhluk hidup ke arah lintang lebih tinggi. Makhluk hidup yang sebelumnya dapat hidup di wilayah Tropis tidak lagi dapat hidup di wilayah tersebut karena suhunya terlalu tinggi, begitu pula makhluk hidup di wilayah Subtropis. Perubahan habitat dapat meningkatkan konflik antar spesies dan mengganggu aktivitas pertanian, baik pertanian tanam maupun peternakan.

Terperangkapnya lebih banyak energi dalam atmosfer menyebabkan perubahan pada neraca energi Bumi. Bersamaan dengan pengurangan proses pembentukan es di wilayah kutub, kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pada sirkulasi atmosfer dan samudera. Gangguan tersebut dapat berpengaruh pada transport sedimen dan nutrien, menyebabkan perubahan pada ekosistem lautan dan kepulauan. Selain itu, gangguan pada transfer energi juga dapat menyebabkan cuaca yang lebih ekstrem.

Temperatur yang lebih hangat dapat meningkatkan tingkat penyebaran penyakit infeksi karena aktivitas virus dan bakteri yang lebih aktif. Es kutub dan permafrost (es dalam pori tanah) yang meleleh dapat melepaskan parasit purba yang tidak dapat ditangkal oleh sistem imun makhluk hidup modern. Gangguan kesehatan juga dapat disebabkan karena akses terhadap air bersih yang lebih sulit akibat banjir dan kekeringan.

Berbagai bencana akibat iklim dapat membentuk krisis iklim. Perebutan sumber daya air yang semakin langka dapat memicu konflik. Suatu wilayah yang mengalami krisis akan menghasilkan migran. Migran tersebut ketika berpindah dan memasuki suatu daerah untuk mengungsi juga dapat menyebabkan konflik.

Peningkatan kadar CO2 menyebabkan pengasaman samudera. Kondisi asam tersebut tidak dapat ditoleransi alga yang bersimbiosis dengan karang, menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching). Akibatnya, karang dapat mengalami kematian dan terjadi kerusakan pada ekosistem laut dangkal.

Pemanasan global dapat meningkatkan suhu air laut melalui 2 mekanisme, menambah volume air laut dari pelelehan es dan meningkatkan volume air laut melalui pemuaian. Dampak dari proses tersebut adalah tenggelamnya wilayah dengan ketinggian rendah dan pulau-pulau kecil. Air laut yang lebih tinggi juga menyebabkan tekanan yang lebih tinggi untuk memasuki sistem air tanah, menyebabkan intrusi. Deskripsi di atas merupakan beberapa dampak yang mungkin terjadi akibat perubahan iklim.

Dampak Perubahan Iklim

Ringkasan Dampak Perubahan Iklim (IPCC, 2023)

11.4. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Mitigasi adalah usaha mencegah terjadinya atau bertambah parahnya perubahan iklim, sedangkan adaptasi adalah usaha mengurangi dampak perubahan iklim yang sudah terjadi. Kronologi usaha global untuk menangani perubahan iklim diawali pembentukan UNFCCC pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada 1992. Selanjutnya, pada 1995 dilakukan konferensi penandatanganan (COP/Conference of Parties) pertama di Berlin, membahas mengenai target emisi. Protokol Kyoto 1997 merupakan hasil pembahasan target emisi tersebut.

Protokol Kyoto di antaranya menyetujui jenis gas yang termasuk gas rumah kaca, pemilihan potensi pemanasan global (GWP/Global Warming Potential) untuk menyamakan ukuran dampak pemanasan global tiap jenis gas, dan menghasilkan konsep mekanisme fleksibel dalam pemenuhan target emisi. Target emisi Protokol Kyoto mencakup 4 gas (karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen monoksida (N2O, nitrous oxide), dan belerang heksafluorida (SF6)) dan 2 kelompok gas (hidrofluorokarbon (HFC) dan perfluorokarbon (PFC)).

Gas Rumah Kaca Global Warming Potential
Karbondioksida (CO2) 1
Metana (CH4) 25
Dinitrogen monoksida (N2O) 298
Belerang heksafluorida (SF6) 22.800
Hidrofluorokarbon (HFC) 124 - 14.800
Perfluorokarbon (PFC) 7.390 - 12.200

Mekanisme fleksibel pemenuhan target emisi terdiri dari 3 konsep, perdagangan emisi, mekanisme pembangunan bersih (CDM/Clean Development Mechanism), dan implementasi bersama (JI/Joint Implementation). Perdangangan emisi adalah mekanisme yang dapat dilakukan ketika kegiatan di suatu negara atau perusahaan tidak dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar target yang dibuat untuk membeli kemampuan penyerapan emisi dari negara lain. Instrumen yang digunakan dalam perdagangan karbon adalah kredit karbon. Satu kredit karbon mewakili penyerapan atau penghindaran emisi sebesar 1 metrik ton CO2. Ketika suatu entitas membeli kredit karbon, maka kegiatan tersebut disebut offset karbon.

Mekanisme pembangunan bersih adalah skema yang memungkinkan suatu negara maju membiayai proyek pengurangan emisi di negara berkembang sehingga besar pengurangan emisi yang dilakukan dapat diklaim sebagai usaha pengurangan emisi negara tersebut. Sementara itu, implementasi bersama dilakukan di oleh negara maju di negara maju lain atau negara dalam transisi. Mekanisme ini memungkinkan negara yang sudah tidak memiliki serapan alami karbon seperti hutan dan lahan basah untuk tetap memiliki opsi tersebut dan membiayai negara berkembang yang ingin melakukan konservasi.

Status saat ini.

Status Keberhasilan Usaha Mitigasi Perubahan Iklim Saat Ini (DW, 2020)

Namun, usaha yang sudah dilakukan belum dapat mengembalikan kondisi iklim pra-revolusi industri. Telah terjadi pemanasan dan menghasilkan beberapa dampak yang sudah dirasakan saat ini. Oleh sebab itu, dilakukan usaha adaptasi terhadap perubahan iklim. Terdapat beberapa konsep yang perlu diketahui dalam manajemen adaptasi perubahan iklim, yaitu risiko, bahaya, paparan, dan kerentanan.

Diagram risiko iklim.

Diagram Hubungan Konsep Risiko, Bahaya, Paparan, dan Kerentanan (IPCC, 2022)

Risiko (risk) adalah potensi dampak negatif terhadap sistem manusia atau lingkungan. Risiko dapat berasal dari dampak perubahan iklim maupun dari usaha mitigasi dan adaptasi. Bahaya (hazard) adalah potensi kejadian alami maupun buatan yang dapat menyebabkan gangguan pada kehidupan dan penghidupan manusia serta gangguan terhadap ekosistem dan sumberdaya lingkungan. Paparan (exposure) adalah keberadaan manusia, penghidupan manusia, ekosistem, atau jasa lingkungan yang mungkin mengalami dampak negatif. Sementara itu, kerentanan (vulnerability) adalah karakteristik objek terpapar yang menyebabkan kemungkinan peningkatan dampak negatif, termasuk sensitivitas dan kerawanan untuk menghasilkan bahaya dan kurangnya kapasitas untuk menghadapi dan beradaptasi terhadap bahaya. Konsep ini digunakan untuk mengetahui respon terhadap perubahan iklim yang paling mungkin dilakukan.

Mitigasi dan adaptasi iklim

Pilihan Usaha Adaptasi terhadap Perubahan Iklim (IPCC, 2022)